
TABANAN. BALIPOST.com – Meski jumlah desa wisata di Kabupaten Tabanan sudah mencapai 34 desa, banyak di antaranya belum berjalan maksimal. Kendala utama yang dihadapi karena belum aktifnya Pokdarwis, minimnya kunjungan wisatawan, akses jalan yang masih sulit, hingga kurangnya inovasi dari desa itu sendiri.
Kepala Dinas Pariwisata Tabanan, A.A. Ngurah Agung Satria Tenaya, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai upaya promosi melalui kanal digital seperti website, media sosial, Instagram, hingga YouTube. Bahkan, kerja sama dengan Badan Promosi Pariwisata, selain juga terus melakukan evaluasi agar promosi yang dilakukan tidak sia-sia.
“Kami tidak ingin sampai promosi sudah jalan, tapi saat wisatawan datang ternyata desa wisatanya tidak aktif. Harus sinkron antara promosi dengan kesiapan desa,” ujar Agung Tenaya.
Ia menilai, salah satu faktor utama mandegnya perkembangan desa wisata adalah kurangnya inovasi dari pihak desa. Beberapa Pokdarwis tidak menjalin kerja sama dengan BUMDes, sehingga tidak bisa melakukan penataan pengelolaan kunjungan termasuk sistem tiket masuk.
“Kalau Pokdarwis bisa sinergi dengan BUMDes, paling tidak mereka bisa membuat sistem tiket atau paket kunjungan. Sekarang sifatnya masih mengandalkan donatur, jadi kurang bisa dikelola dengan baik,” tegasnya.
Lanjut kata Agung Tenaga dari total 34 desa wisata yang tercatat, baru beberapa yang menunjukkan geliat positif. Desa Wisata Jatiluwih misalnya yang telah lama dikenal sebagai destinasi berkelas dunia, dinilai sudah bagus dalam pengelolaan dan menarik kunjungan wisatawan secara berkelanjutan. Sementara Desa Wisata Tajen yang berstatus rintisan mulai menunjukkan perkembangan dengan mulai datangnya kunjungan wisatawan.
Sebaliknya, beberapa desa wisata lain seperti Mangesta, Biaung, Lumbung Kauh, hingga Tista masih menghadapi kendala sarana dan prasarana belum memadai. Tak sedikit pula desa wisata berstatus “berkembang” namun belum mampu menarik kunjungan akibat kurangnya promosi dan inovasi program.
Situasi ini diperparah dengan adanya efisiensi anggaran di berbagai sektor, termasuk dampaknya terhadap tren kunjungan wisata. Agung Tenaya mencontohkan penurunan kunjungan rombongan domestik ke DTW Tanah Lot yang mulai terlihat, padahal tempat ini merupakan ikon pariwisata Bali.
Dari data Dinas Pariwisata, sejak 2024 jumlah desa wisata di Tabanan meningkat menjadi 34 desa. Namun banyak di antaranya masih berstatus “rintisan” dengan catatan fasilitas dan daya tarik wisata belum tertata. Bahkan, desa-desa yang telah berstatus “berkembang” seperti Tua, Kukuh, Cau Belayu, hingga Gunung Salak pun masih perlu pembenahan infrastruktur dan konsep wisata yang lebih menarik.
Untuk mengatasi kondisi ini, Dinas Pariwisata Tabanan mendorong agar Pokdarwis aktif membangun sinergi dengan BUMDes. Melalui kolaborasi tersebut, desa wisata bisa lebih mandiri, memiliki sumber pendapatan jelas, dan mampu menata potensi lokal menjadi paket wisata menarik.
“Cari potensi, kemas dengan baik, buat sistem, lalu promosikan. Kita siap fasilitasi kalau desa juga aktif,” tutup Agung Tenaya. (Puspawati/Balipost)