Kepala DJPb Bali Muhamad Mufti Arkan (kanan) saat media briefing APBN 2024 di Gedung Keuangan Negara, Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kemandirian fiskal Bali saat ini di atas 50 persen. Hal ini diungkapkan Kepala Kanwil DJPb Provinsi Bali, Muhamad Mufti Arkan, Selasa (17/6).

Ia mengatakan realisasi kemandirian fiskal Bali mencapai 58,46 persen. Ia mengungkapkan Provinsi Bali tidak banyak bergantung dengan transfer dana dari pemerintah pusat pada periode Januari-April 2025.

“Rasio kemandirian fiskal pemerintah daerah Provinsi Bali tercatat sebesar 58,46 persen,” katanya dilansir dari Kantor Berita Antara.

Dia menjelaskan ketergantungan Bali terhadap dana pusat yang tergolong rendah itu karena pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah di Pulau Dewata yang kuat terutama dari sektor pariwisata sebagai tulang punggung utama perekonomian.

Menurut dia, realisasi kemandirian fiskal 58,46 persen itu tergolong tinggi sehingga mencerminkan ketergantungan yang relatif rendah terhadap transfer dana pusat.

Baca juga:  Palebon Ida Anak Agung Istri Mas, Simak Pengalihan Arus Lalin di Pusat Kota Gianyar

DJPb Bali mencatat total realisasi pendapatan pemerintah daerah di Provinsi Bali periode Januari-April 2024 mencapai Rp9,39 triliun atau 28,37 persen dari target Rp33,11 triliun.

Target tersebut naik sebesar 5,93 persen dibandingkan 2023 karena didorong proyeksi positif penerimaan pajak daerah seiring pemulihan dan stabilitas pariwisata Bali.

Ada pun capaian pendapatan daerah itu paling besar dikontribusikan oleh pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi mencapai 58 persen.

Selain itu, PAD juga bersumber dari pendapatan yang sah dari kategori lain-lain yakni penerimaan pungutan wisatawan asing tercatat sebesar Rp99,36 miliar atau 30,57 persen dari target tahunan sebesar Rp325 miliar.

Baca juga:  Dari Risna Nekat Akhiri Hidup di Merajan hingga Patung Kebo Iwa Setinggi 21,45 Meter

Namun ia menekankan beberapa komponen utama PAD mengalami kontraksi sehingga perlu menjadi perhatian seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Di tingkat kabupaten/kota, penerimaan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mendominasi pajak daerah mencapai Rp2,27 triliun.

PBJT mencakup pajak atas konsumsi makanan dan minuman, listrik, jasa perhotelan, parkir, serta jasa kesenian dan hiburan.

Sementara itu, berdasarkan data DJPb Bali, realisasi belanja negara hingga April 2025 di Bali mencapai Rp6,63 triliun.

Ada pun pemanfaatan belanja pemerintah pusat di Bali di antaranya untuk belanja pegawai sebesar Rp1,57 triliun untuk gaji, tunjangan, dan tunjangan hari raya kepada aparatur sipil negara, TNI/Polri.

Baca juga:  Baru Wacana! Diversifikasi Sumber Ekonomi Bali

Kemudian belanja barang untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp37,68 miliar, Kementerian Perhubungan sebesar Rp31,27 miliar, Kementerian Kesehatan sebesar Rp276,69 miliar dan Kepolisian RI sebesar Rp128,30 miliar.

Selanjutnya, belanja modal Kementerian Pertahanan sebesar Rp13,14 miliar, Kementerian Perhubungan sebesar Rp6,74 miliar dan Kementerian Agama sebesar Rp11,89 miliar.

Selain itu, belanja bantuan sosial di antaranya Kementerian Agama sebesar Rp9,90 miliar serta Kementerian Sosial sebesar Rp48 juta.

Sementara itu, Transfer ke Daerah (TKD) khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik telah terealisasi sebesar Rp0,29 miliar. (kmb/balipost)

 

BAGIKAN