Ilustrasi. (BP/Tomik)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali didera banyak masalah mengakibatkan manusia Bali diliputi kecemasan. Tingginya angka bunuh diri menjadi salah satu indikator.

Diperkuat dengan mudahnya terjadi ketersinggungan dan kesalahpahaman yang berujung konflik bahkan hingga berdarah dan meregang nyawa.

Peneliti dari World Resource Indonesia (WRI) Ngurah Termana, dalam sebuah diskusi di LBH Bali, Selasa (10/6), mengungkapkan, betapa kecemasan kian melingkupi manusia Bali kini. “Salah satu contoh bagaimana kemacetan yang kian parah membuat orang Bali merasakan kecemasan karena berpikir akan banyak waktu dihabiskan di jalan,” terangnya.

Baca juga:  Hampir Sebulan Laporkan Korban Jiwa COVID-19, Hari Ini Ada 4 Kabupaten Catat Tambahan

Ruang publik kini kian menyempit karena pembangunan yang lebih mengutamakan kepentingan investasi terutama pariwisata. Sementara kehidupan manusia Bali dalam adatnya, secara perlahan mulai menjadi seperti menjadi beban. “Kebudayaan menjadi penguat bagi berkuasanya rezim pariwisata. Ironisnya nyaris tidak ada solusi berarti,” tegasnya.

Hal serupa disampaikan Direktur Woman Crisis Centre (WCC) Bali, Ni Nengah Budawati. Hasil pengamatannya menunjukkan banyak perempuan Bali mengalami tekanan mental yang sangat berat. Mulai dari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, hingga budaya adat yang meminggirkan.

Baca juga:  PNS Meninggal Karena COVID-19 akan Dikremasi

Budawati lalu menunjukkan fakta banyak perempuan dan anak yang bahkan akses terhadap air bersih yang masih sangat terbatas. “Ini terjadi di daerah Kintamani, sangat dekat dengan lokasi di mana kafe-kafe mewah berdiri dan melayani kepentingan wisatawan,” ungkapnya.

Tingginya angka bunuh diri menunjukkan bahwa tingkat stres manusia Bali kian berat. Ironisnya di Bali, kata Budawati, layanan psikologi hanya terdapat di rumah sakit tertentu. Seharusnya layanan psikolog dan atau psikiater dapat disediakan di semua layanan kesehatan mulai dari puskesmas.

Baca juga:  Masa Jeda, Saatnya Harmonisasikan Pertanian dan Pariwisata

Termana dan Budawati sepakat bahwa kecemasan manusia Bali kini kian menguat. Banyak masalah-masalah yang tidak kunjung mendapatkan solusi. Sementara pariwisata terus melaju merusak tidak saja alam namun juga jiwa-jiwa manusia Bali. (Nyoman Winata/balipost)

 

BAGIKAN