
AMLAPURA, BALIPOST.com – Kisah hidup kakak beradik, I Gede Agus Sukmawan (13) dan I Made Junartawan (9) asal Banjar Dinas Tihingan Kauh, Desa Bebandem, Kabupaten Karangasem sangat memprihatinkan.
Dua putra dari pasangan I Wayan Manis dan Ni Luh Sukani, setiap hari mesti berjuang dengan asupan insulin, untuk bisa menstabilkan asupan gula darah dalam tubuhnya.
Penuturan dari I Wayan Manis didampingi Ni Luh Sukani, awalnya yang menderita diabetes itu, I Made Jutiawan, saat berumur enam tahun. “Jadi, adiknya mulai didiagnosa menderita diebetes sejak dua tahun lalu,” ucapnya, Sabtu (14/6).
Sementara I Made Agus, dinyatakan menderita kencing manis di usia 10,5 tahun. “Kalau kakaknya baru sekitar 1,5 tahun menderita diabetes ini,” katanya.
Menurut Manis, sebelum dinyatakan terkena diabetes, gejala yang dialami putranya yaitu berat badan menurun dan sakit kepala. Atas keluhan itu, dirinya langsung memeriksakan anaknya ke puskesmas setempat.
Dari hasil pengecekan lab yang dilakukan tim medis, bahwa kadar gula anaknya sangat tinggi. “Hasil cek lab untuk kakaknya, kadar gulanya sebesar 500 lebih. Sedangkan adiknya mencapai 1.000 lebih,” jelasnya.
Dia menjelaskan, untuk menjaga kadar gulanya agar tidak melambung tinggi, kedua anaknya tidak mengkonsumsi nasi putih, hanya jagung dan ubi. “Kalau ada beras merah, makan nasi merah,” paparnya.
Anaknya juga rutin disuntik dengan insulin. Karena kalau tidak disuntik memakai insulin, maka kondisi tubuhnya akan lemah dan kadar gulanya naik. “Suntik insulin dilakukan 2 sampai 4 kali sehari,” jelasnya.
Ia menyatakan, setelah disuntik insulin kondisi tubuh anaknya membaik. Tapi, kadar gulanya tidak bisa normal masih tinggi kisaran 400, makanya rutin periksa ke rumah sakit.
Manis menduga, anaknya terkena diabetes ketika masih duduk di bangku sekolah TK dan SD. Karena saat itu anaknya sering minum-minuman kemasan di sekolah. “Mungkin saja itu penyebabnya. Kalau keluarga tidak ada terkena diabetes” tandanya.
Sementara Ni Luh Sukani menuturkan, anaknya disuntik insulin tiga kali, yakni siang, sore dan malam. “Setelah makan, baru disuntik. Dulu sempat disuntik belum makan, kondisinya lemas,” tuturnya.
Sukani mengatakan, untuk kakaknya merembet ke glukoma, sehingga penglihatannya terganggu. Kata dia, komplikasi ke mata tersebut, sejak kelas lima.
Lebih lanjut dikatakannya, kalau kesehariannya dirinya hanya sebagai buruh harian, dengan penghasilan yang tidak menentu. “Tak menentu kerjanya, kalau ada pekerjaan baru kerja,” pungkasnya. (Eka Parananda/balipost)