
GIANYAR, BALIPOST.com – Industri kerajinan perak di Celuk, Gianyar, makin meredup. Hal ini disebabkan beragam persoalan yang dihadapi, mulai dari mahalnya harga bahan baku, sulitnya regenerasi, hingga krisis ekonomi global.
Menurut salah satu perajin Perak di Desa Celuk, Kadek Ganda Ismawan, Rabu (11/6), minat generasi muda bekerja di bidang perhiasan makin menurun. Generasi muda lebih banyak ingin bekerja di bidang hospitality dan bekerja ke luar negeri.
Selain itu, permintaan perhiasan semakin menurun, karena gaya hidup sekarang cenderung lebih ke experience, seperti traveling, nongkrong di cafe, dan lain-lain. “Menjual perhiasan lebih sulit, karena perhiasan bukan kebutuhan, dan situasi ekonomi dunia yang menurun saat ini,” ucapnya.
Ganda memaparkan meski dihadang berbagai kendala, perajin masih terus berupaya eksis. Salah satunya dengan menyiasati pembuatan produk yang lebih ringan, sehingga bisa menekan harga pokok produksi. Perajin juga memproduksi perhiasan dengan bahan baku logam lain yang lebih murah, seperti kuningan dan tembaga, sehingga bisa terjangkau oleh masyarakat.
Terkait kendala SDM, ia mengaku mesti melatih sendiri tenaga yang berminat menekuni kerajinan perhiasan. Perajin di Celuk juga berupaya menumbuhkan kecintaan dari generasi muda lokal untuk melestarikan seni kerajinan perak.
Promosi, baik melalui sosial media mau pun mengikuti pameran, tetap dilakukan. Perajin juga membuat inovasi baru, seperti kelas pembuatan perhiasan. “Perajin juga menerima pesanan kustom dengan desain perhiasan yang diinginkan oleh customer dan terus berkreasi untuk membuat desain perhiasan yang dapat menarik minat masyarakat untuk membeli perhiasan,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah bisa membantu penyediaan bahan baku dengan harga standar. Selain itu, pemerintah juga diminta dapat memfasilitasi perajin untuk ikut serta dalam pameran dagang, baik di dalam maupun di luar negeri.
“Kami juga berharap pemerintah meringankan pajak bea masuk dan impor untuk komponen, bahan pembantu, peralatan dan mesin untuk membuat perhiasan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perak Gianyar yang juga Perbekel Desa Celuk, I Nyoman Rupadana, mengatakan kerajinan perak dari desanya sempat terkenal di era 1980 hingga 1990- an. Bahkan, produknya sempat terkenal hingga ke luar negeri.
Namun, ia mengakui belakangan memang meredup. Bahkan, untuk menghidupkan lagi industri perhiasan perak di Celuk, pihaknya menggelar Celuk Jewelry Festival.
Kegiatan rutin tahunan ini diharapkan bisa menggugah minat anak muda yang sebelumnya banyak berkecimpung di kerajinan ini, namun belakangan mulai beralih ke bisnis lainnya. “Untuk mengembalikan, membangkitkan kerajinan perak, anak-anak muda perlu diberikan pelatihan dan diikutkan dalam kegiatan lomba-lomba terkait pembuatan kerajinan perak,” jelas Rupadana.
Mengutip data dari laman Kemenperin, terdapat 152 unit usaha industri kecil masyarakat (IKM) dengan total tenaga kerja 2.364 di lingkungan Sentra Industri Kerajinan Perak Desa Celuk. Volume produksi di sentra ini telah mampu mencapai angka 4.515 kg per tahun dengan nilai omzet Rp 158 miliar per tahun.
Tidak hanya menjangkau pasar domestik, produk kerajinan perak dari Desa Celuk juga menembus pasar ekspor dengan pengiriman rutin ke Amerika Serikat, Australia, Asia Timur, Eropa, Asia Tengah, dan bahkan Afrika. (Wirnaya/balipost)