
DENPASAR, BALIPOST.com – Sore itu, jalanan di Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung, tampak berbeda dari hari biasanya. Warga berduyun-duyun mengenakan pakaian adat, membawa tipat dan bantal, berjalan menuju pura.
Di antara mereka, tampak para penari dengan busana penuh warna, bersiap mengambil peran dalam sebuah upacara yang bukan sekadar tradisi —tetapi warisan. Ini lah Aci Tabuh Rah Pengangon, sebuah ritual yang telah hidup sejak abad ke-14 dan hingga kini masih setia digelar.
Berikut tujuh fakta menarik tentang upacara sakral yang hingga kini masih dilestarikan warga Kapal:
1. Tradisi Sakral Sejak Zaman Patih Kebo Iwa
Tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon dipercaya telah berlangsung sejak tahun 1339 M, pada masa Patih Kebo Iwa. Konon, ritual ini pertama kali digelar sebagai upaya memohon berkah setelah wilayah dilanda musim paceklik berkepanjangan.
2. Nama yang Sarat Makna Spiritual
Nama upacara ini bukan sekadar rangkaian kata. “Aci” berarti upacara atau persembahan, “Tabuh” berarti menetes atau jatuh, dan “Rah” berarti darah atau unsur kehidupan. “Pengangon” adalah sebutan bagi Bhatara Siwa yang menjaga kehidupan. Jika dirangkai, maknanya adalah persembahan kepada Bhatara Siwa agar menurunkan rahmat kehidupan bagi umat manusia.
3. Digelar Setiap Purnama Kapat
Upacara ini diselenggarakan setiap tahun pada Purnama Kapat, yakni bulan keempat dalam penanggalan Bali. Pemilihan waktu ini dianggap paling baik secara spiritual untuk menyeimbangkan unsur sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia tak kasat mata).
4. Penari dan Warga Memainkan Peran Utama
Dalam prosesi ini, para penari seperti Rejang Tipat dan Baris Bantal memainkan peran penting. Mereka tidak sekadar menari, tetapi menjadi bagian dari energi spiritual upacara. Warga pun ambil bagian dalam perang tipat bantal, sebuah aksi simbolik penuh makna.
5. Tipat dan Bantal: Simbol Kehidupan
Ketupat (tipat) melambangkan purusha (laki-laki), sedangkan bantal melambangkan pradana (perempuan). Lemparan antar keduanya menandakan penyatuan energi maskulin dan feminin—dua unsur pencipta kehidupan menurut konsep Hindu Bali.
6. Fungsi Spiritual, Edukasi, dan Sosial
Aci Tabuh Rah Pengangon bukan hanya ritual spiritual, tetapi juga bentuk pendidikan budaya dan sosial. Ia mengajarkan gotong royong, pelestarian nilai leluhur, dan penghormatan terhadap harmoni alam semesta.
7. Tetap Relevan di Tengah Arus Modernisasi
Meski zaman telah berubah, tradisi ini tetap tegak berdiri. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, masyarakat Kapal menunjukkan bahwa adat dan budaya bisa berjalan berdampingan dengan perkembangan zaman. (Pande Paron/balipost)