Sejumlah warga sedang melakukan panen di sawah. Kelestarian subak mesti terus dijaga untuk keberlangsungan di sektor pertanian. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali tak hanya dikenal dengan upacara keagamaan di pura, tapi juga tradisi agraris yang erat kaitannya dengan kehidupan para petani.

Salah satunya adalah Mabiyukukung atau dikenal juga dengan Mekukung, tradisi sakral yang dilakukan saat padi sedang dalam masa awal berbulir. Berikut tujuh fakta menarik tentang upacara ini:

1. Dilakukan Saat Padi “Hamil Muda”

Upacara ini dilaksanakan ketika tanaman padi mulai berbunga atau hamil muda. Tahapan ini dianggap sakral karena menjadi awal pertumbuhan bulir padi yang menentukan hasil panen.

Baca juga:  Masuki Minggu ke-3, Dua Zona Merah Masih Terus Tambah Kematian

2. Sebagai Bentuk Syukur kepada Dewi Sri

Tradisi ini merupakan ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali. Petani memohon agar tanaman padi diberi kesuburan dan terhindar dari gangguan hama.

3. Dilaksanakan di Pintu Masuk Air Sawah

Ritual Mabiyukukung biasanya dilakukan di bagian sawah yang menjadi pintu masuk air (pengalapan). Di titik ini, petani meletakkan sesajen sebagai bentuk penghormatan terhadap alam.

Baca juga:  Diprediksi, Kinerja Pertanian Triwulan I 2018 Membaik

4. Menggunakan Banten dan Penjor Kecil

Beberapa sarana upacara yang digunakan antara lain banten sorohan, banten penguritan, dan penjor biyukukung, yakni penjor kecil yang dihias dan ditancapkan di sawah sebagai simbol permohonan dan perlindungan.

5. Bagian dari Sistem Teo-Agrikultur Bali

Tradisi ini mencerminkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan (konsep Tri Hita Karana). Mabiyukukung bukan sekadar ritual, melainkan juga bentuk kearifan lokal dalam menjaga harmoni ekologis.

Baca juga:  Minim, Warga Akses Perpustakaan Digital

6. Tidak Dilaksanakan Sendirian

Meskipun dilakukan di sawah masing-masing, para petani biasanya melakukannya secara serentak di desa. Ini menunjukkan semangat gotong royong dan kebersamaan dalam komunitas agraris.

7. Sudah Jarang Diketahui Generasi Muda

Sayangnya, tradisi ini mulai jarang dilakukan dan kurang dikenal generasi muda. Padahal, ia menyimpan nilai budaya, spiritual, dan ekologis yang penting untuk dilestarikan. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN