
DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol mengaku akan mulai memproses izin persetujuan lingkungan pembangunan terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di wilayah Sidakarya, Denpasar.
Kata Hanif, proyek tersebut sudah lama diajukan, hampir 3 tahun dan belum bergerak di kementerian karena ada beberapa kepentingan yang harus didiskusikan dengan masyarakat.
“Tapi selepas kunjungan ini, saya pastikan proses izin persetujuan lingkungan akan dimulai, sehingga dapat cermat menapis segala kemungkinan rencana pemda untuk energi bersih di Bali,” ujarnya, Selasa (27/5).
Menurutnya, keberadaan sumber energi bersih sangat penting karena saat ini berbagai negara sedang berkompetisi untuk mewujudkan energi bersih. Namun, dalam proses perizinan ini, ada 3 hal yang perlu dikaji.
Salah satunya perlingkupan sosial. Di Desa Serangan menurutnya nuansa penolakan cukup keras karena keberadaan terminal apung LNG memberi konsekuensi. Selain itu, dunia usaha juga mengkritisi. Nantinya semua pihak harus diikutkan dalam pertemuan pembahasan terminal LNG termasuk pihak- pihak yang kontra terhadap proyek ini.
Kedua, perlingkupan lingkungan karena LNG berada di kawasan Tahura yang memiliki beban berat. Keberadaan Tahura harus dijaga dan aktivitas masyarakat juga harus dibatasi.
Selain itu, di sekitar pengeboran ada terumbu karang yang tidak boleh diambil. Secara aspek perlingkupan teknologi yang digunakan juga akan dikaji detail oleh tim pengkaji kelayakan terkait konsekuensi yang akan muncul.
“Tiga hal itu menghasilkan dua apakah layak atau tidak, kalau tidak layak, kita wajib memikirkan realokasi-lokasi dari projek tadi. Kalau layak, maka tiga unsur tadi wajib dipenuhi,” jelasnya.
Bendesa Adat Sidakarya Ketut Suka, mengatakan rencana proyek LNG di sekitar kawasan Desa Adat Sidakarya, Intaran, dan Serangan dinilai akan berdampak tidak hanya untuk kemandirian energi tapi juga untuk lingkungan yang bersih.
“Jika untuk Bali mandiri energi dan energi bersih, kami setuju. Kalau bisa mandiri energi dan energi yang dihaslkan bersih, kan luar biasa. Karena tidak cukup bersih dari sampah tapi juga perlu bersih dari polusi. Kalau bisa terwujud dengan LNG, kami akan mendukung,” ujarnya.
Selain itu dari sisi harga gas yang dihasilkan, menurutnya bisa lebih murah dari LPG. Meski ada aktivitas pengeboran di jarak 500-800 meter dari Pantai Sidakarya, ia menilai tidak akan mengganggu aktivitas masyarakat lokal dan nelayan.
Selain itu, pipa pipa pengaliran gas juga akan tertanam 5 meter di bawah laut dan 15 meter di bawah mangrove sehingga kehidupan di atasnya seperti biota laut tak akan terganggu. “Dari sosialisasi yang dilakukan kemarin, pipa akan tertanam dengan pengeboran horizontal, hal itu sudah didiskusikan sejak 2021 sehingga 2022 sudah sangat oke,” ujarnya.
Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara mengatakan Menteri LHK akan memanggil semua pihak yaitu Sidakarya, Serangan, Sanur, BTID dan kelompok lingkungan terkait proyek ini. “Setelah itu baru akan dikaji dan mengambil keputusan,” ujarnya.
Kekhawatiran akan berdampak pada mangrove menurutnya telah dikaji oleh tim ahli. Ia hanya berharap, apa yang menjadi keinginan dan aspirasi masyarakat, dapat didengar. (Citta Maya/balipost)