Prosesi nganten bareng (nikah massal) di Desa Pengotan. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masyarakat Bali Mula di Desa Pengotan, Bangli, memiliki tradisi unik yang tak hanya sarat makna spiritual, tetapi juga mempererat kebersamaan warga.

Tradisi itu dikenal sebagai Nganten Massal—upacara pernikahan bersama yang digelar dua kali setahun. Bukan sekadar upacara, tradisi ini merupakan warisan leluhur yang hingga kini masih lestari.

Berikut lima hal menarik yang perlu diketahui tentang Nganten Massal di Desa Pengotan.

1. Dua Kali Setahun, Mengikuti Kalender Bali

Tradisi Nganten Massal dilaksanakan dua kali dalam setahun, tepatnya pada sasih Kapat (sekitar Agustus–September) dan sasih Kedasa (sekitar Maret–April) dalam kalender Bali. Penentuan waktu ini mengikuti tradisi warisan Bali Mula yang erat kaitannya dengan siklus alam dan kehidupan manusia.

Baca juga:  Soal PHR, Pemprov akan Beri Insentif untuk Bangli

2. Tidak Sekadar Pernikahan, Ini Adalah Ritus Sakral

Upacara ini bukan hanya prosesi administratif menikah, tapi juga ritual penyucian diri dan peralihan status hidup. Setiap pasangan wajib mengikuti sejumlah tahapan adat sebagai bentuk penyelarasan diri dengan kekuatan niskala.

3. Dilaksanakan Secara Kolektif, Simbol Kebersamaan dan Kesederhanaan

Puluhan pasangan dinikahkan secara bersamaan di balai banjar atau bale adat. Tradisi ini menonjolkan nilai gotong royong dan kebersamaan dalam kehidupan desa. Biaya pun ditanggung bersama oleh desa adat, sehingga tidak membebani keluarga masing-masing.

Baca juga:  Gunung Agung Kembali Erupsi, Hujan Abu Mengarah ke Timur 

4. Tahapan Upacara: Dari Sangkepan hingga Mepamit

– Proses Nganten Massal terdiri dari beberapa tahapan utama:
– Sangkepan Nganten: Rapat adat menentukan pasangan yang akan dinikahkan.
– Bakti Pekala Kalaan: Ritual penyucian diri.
– Bale Nganten: Simbolisasi pernikahan melalui sirih.
– Sembahyang di Sanggah Agung: Persembahyangan pertama sebagai suami istri.
– Bale Agung Bedawan: Persembahan Damar Kurung sebagai tanda memulai hidup baru.
– Mepamit: Memohon restu kepada leluhur di pelinggih keluarga.

Baca juga:  Gubernur Koster Rancang Haluan Pembangunan 100 Tahun Bali Era Baru

5. Tradisi yang Adaptif, Termasuk di Masa Pandemi

Pada tahun 2020, meskipun di tengah pandemi COVID-19, tradisi ini tetap dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan. Sebanyak 28 pasangan, termasuk dari luar desa, mengikuti ritual ini sebagai bentuk penghormatan terhadap adat.

6. Pelestarian Nilai, Bukan Sekadar Seremoni

Tradisi Nganten Massal mencerminkan cara hidup masyarakat Bali Mula yang menjunjung tinggi nilai spiritual, kebersamaan, dan kesederhanaan. Di tengah modernisasi, ritual ini menjadi bukti bahwa adat tetap hidup berdampingan dengan zaman. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN