Sejumlah driver ojek online tengah menunggu orderan di Denpasar. (BP/eka)

JAKARTA, BALIPOST.com – Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), bisa menjadi kesempatan pemerintah menyelesaikan masalah bisnis ojek daring (ojek online/ojol) yang memicu aksi unjuk rasa pengemudi pada Selasa (20/5).

Hal ini disampaikan Analis Kebijakan Transportasi, Tigor Nainggolan.

“Pemerintah dan DPR RI dapat menyelesaikan masalah ini dengan mengakui serta mengatur bisnis ojek online dalam Revisi UU 22/2009,” ujar Tigor dilansir dari Kantor Berita Antara.

Menurut dia, dengan adanya pengakuan hukum, maka akan ada kepastian hukum dan perlindungan bisnis untuk pengguna, pengemudi, dan perusahaan yang berbisnis terkait dengan sistem transportasi daring.

Baca juga:  Hindari Penyalahgunaan, Driver Ojol Diminta Saling Jaga Atribut

Tigor mengatakan, adanya kepastian hukum atas bisnis transportasi daring akan memberikan ruang otoritas kepada pemerintah dan negara untuk hadir.

“Jika pemerintah benar-benar membantu dan menyelesaikan masalah transportasi ojek online, maka atur dan akui ojek online. Salah satu agenda yang harus dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI mengakui transportasi online dalam UU revisi UU LLAJ 22/2009,” jelas dia.

Tigor berpendapat, aksi unjuk rasa pengemudi ojol pada Selasa ini menuntut adanya perbaikan masalah antara lain tingginya biaya potong aplikasi, tarif promo dan status hubungan kerja ojek online.

Baca juga:  Kebakaran Kapal MT Kristin di Perairan Lombok, Ketersediaan Pertalite di Bali Diklaim Aman

Terpisah, Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menilai bahwa kesejahteraan drivel ojol harus diperjuangkan melalui pendekatan yang konstruktif dan rasional.
Hal ini ditegaskan Ketua Umum ORASKI, Fahmi Maharaja.

Ia menyebut pihaknya selama ini telah memperjuangkan kesejahteraan driver online melalui pendekatan langsung
kepada aplikator, mendorong program garansi pendapatan harian yang kini telah dinikmati ribuan driver—baik anggota Oraski maupun mitra individu lainnya.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa revisi Undang-Undang Lalu Lintas sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan dan keselamatan pengguna, bukan semata-mata perubahan status
atau pembatasan tarif yang berpotensi melemahkan daya saing.
“Kami ingin keberlangsungan ekosistem transportasi online tetap terjaga. Jangan rusak dengan regulasi yang keliru arah. Kami ingin solusi jangka panjang, bukan sensasi jangka pendek,”
sebut Fahmi dalam keterangan tertulisnya.

Baca juga:  Tingkatkan Kesejahteraan, Pemerintah Diminta Beri Insentif Pajak untuk Driver Ojol

Ia percaya bahwa keberlangsungan sektor transportasi online hanya bisa dijaga melalui dialog yang sehat, regulasi yang proporsional, serta keterlibatan nyata dari para pelaku utamanya, mitra pengemudi.

“Kami akan terus berada di jalur perjuangan yang rasional dan solutif, tanpa perlu terjebak dalam dinamika politik sesaat yang justru dapat merusak ekosistem yang telah kita bangun bersama,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN