Sejumlah pengemudi ojek daring berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Dalam aksinya, mereka menuntut potongan aplikasi tak lebih dari 10 persen dan mendesak pemerintah menerbitkan UU Transportasi Online Indonesia. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Ribuan driver ojek online (ojol) menggelar aksi unjuk rasa pada 20 Mei 2025, menuntut diturunkannya besaran komisi atau potongan yang diterapkan oleh perusahaan aplikator.

Mereka menyebut potongan sebesar 20 persen terlalu tinggi dan meminta agar pemerintah menetapkan batas maksimal sebesar 10 persen.

Menanggapi tuntutan tersebut, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengaku berhati-hati dalam mengambil keputusan. Menurutnya, ekosistem transportasi daring sangat kompleks dan melibatkan banyak pemangku kepentingan.

“Ini bukan sekadar bisnis biasa. Ada ekosistem besar di sini—pengemudi, perusahaan, UMKM, logistik, hingga masyarakat pengguna. Pemerintah ingin menjaga keberlanjutan dan keseimbangannya,” kata Dudy.

Baca juga:  Jumlah Komisi Ditambah Dua Menjadi 13 Komisi

Ia menambahkan bahwa masing-masing aplikator memiliki skema potongan yang berbeda dan pengemudi memiliki kebebasan untuk memilih platform. Ia juga menyatakan bahwa pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk meninjau ulang besaran komisi, namun harus mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh.

Ekonom senior Piter Abdullah dari Segara Institute juga memperingatkan agar kebijakan penurunan komisi tidak dilakukan secara populis. Menurutnya, struktur komisi saat ini merupakan hasil dinamika pasar, dan perubahan sepihak bisa berdampak buruk pada industri digital Indonesia.

Baca juga:  PT Sinarmonas Industries Buka Cabang di Bali

“Kalau kita memaksa regulasi tanpa memperhatikan struktur industri, maka kita bisa mengalami setback. Investor bisa hilang, lapangan kerja bisa berkurang, dan ekonomi digital yang sudah kita bangun selama 10 tahun bisa runtuh,” ujarnya mengingatkan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, menyatakan bahwa industri ojol dan layanan pengantaran digital menyumbang sekitar 2 persen terhadap PDB Indonesia. Ia memperkirakan bahwa penurunan komisi secara drastis dapat mengancam hingga 1,4 juta pekerjaan dan menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp178 triliun.

Selain itu, penurunan pendapatan platform berpotensi menghentikan program digitalisasi UMKM, mengurangi insentif bagi pengemudi, serta melemahkan kemampuan perusahaan dalam memberikan diskon dan promosi bagi konsumen.

Baca juga:  All New Honda CB 150 R StreetFire "Virtual Launching" di Bali

Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa sejak pandemi hingga 2023, jutaan UMKM telah terdigitalisasi melalui platform seperti Grab, Gojek, dan OVO. Aktivitas ekonomi digital ini terbukti mendorong pertumbuhan UMKM serta menciptakan lapangan kerja baru.

Kebijakan mengenai komisi ojol ini harus dirumuskan melalui dialog menyeluruh dengan seluruh pemangku kepentingan. Para pengamat menilai hal ini tidak boleh hanya mengakomodasi satu pihak tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap ekosistem digital nasional. (kmb/balipost)

BAGIKAN