Terdakwa I Ketut Luki saat sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Asa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Perbekel Bongkasa non aktif, I Ketut Luki, mengajukan duplik setelah JPU dalam repliknya tetap menuntut supaya terdakwa yang di-OTT Polda Bali itu dituntut selama empat tahun penjara. Terdakwa melalui kuasa hukumnya menyebut, bahwa kasus yang dihadapi lebih atau cendrung mengarah pada gratifikasi.

Saat sidang, Rabu (30/4), di Pengadilan Tipikor Denpasar, terdakwa Luki ditemanin kuasa hukumnya Yulia Ambarani, S.H., S.E., Ak., CA., C.ME., kali ini minta supaya Perbekel Bongkasa itu dibebaskan.

Mengapa? Di hadapan majelis hakim yang diketuai Putu Gede Novyarta, bahwa Yulia menguraikan beberapa pertimbangan yang disebutnya sebagai fakta sidang. Salah satunya adalah tidak ada unsur paksaan sehingga Pasal 12 huruf e UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Kedua Pasal 12 huruf g UU yang sama tidak dapat dibuktikan JPU.

“Menurut kami, ada kesalahan dari JPU dalam menafsirkan fakta hukum yang terjadi,” sebutnya di depan sidang.

Baca juga:  Komposisi Komisi III DPRD Bali Kembali Berubah

Lanjut dia, dari keterangan saksi Kadek Dodi Setiawan, S.Ars selaku direktur CV Wana Bhumi Karya, kata Yuli dalam dupliknya, saksi memperoleh informasi mengenai besaran fee yang diminta oleh I Ketut Luki 1-2% dari teman kontraktor yang sama-sama mengerjakan proyek dari dana BKK Desa Bongkasa atas nama I Nyoman Mawa.

Sedangkan saksi Ni Luh De Widyastuti, S.Pi selaku komisaris CV. Wana Bhumi Karya, kata Yulia, bahwa untuk nominal atau umlah yang diminta tidak ada disebutkan. Namun terdakwa selaku Kepala Desa Bongkasa sempat meminta diberikan lebih, karena sudah pengajuan termin kedua, karena pada saat pengajuan termin pertama perusahaan tidak ada memberikan uang.

“Jumlah fee yang akhirnya diserahkan untuk terdakwa I Ketut Luki selaku Kepada Desa adalah Rp. 20 juta. Untuk pertimbangan nominalnya saksi tidak tahu, karena itu urusan direktur yang sudah biasa koordinasi di lapangan. Namun kemungkinan nilai sebesar tersebut diberikan kepada Kepala Desa karena diawal ada kata kata/permintaan dari Kepala Desa untuk diberikan lebih,” ucap Yulia dari Posbakum Peradi Denpasar.

Namun karena pengajuan permohonan pembayaran termin kedua tidak kunjung dicairkan, akhirnya pada tanggal 30 Oktober 2024, Komisaris CV. Wana Bhumi Karya yaitu saksi Ni Luh De Widyastuti, S.Pi menelepon terdakwa untuk menanyakan sejauh mana perkembangan pengajuan permohonan pembayaran termin kedua milik CV. Wana Bhumi Karya. Saat itu terdakwa mengatakan “Sing ngidang bantu bapak ne? Karna bapak membangun jumah, pang ade anggo meli bata” .

Baca juga:  Tradisi Siat Yeh di Desa Jimbaran Jadi WBTB

Terdakwa Luki menghubungi Ni Luh De Widyastuti, dengan mengatakan “sampun tiang cairkan, be lebih tiang cairkan, lebih nae baang bapak dik,”. Ni Luh De Widyastuti, menjawab “O nah, nah, Pak Tuť.

Setelah itu akhirnya uang pembayaran termin kedua Rp.534.312.002,00 setelah dipotong pajak masuk ke rekening CV. Wana Bhumi Karya.

Alasan ketiga, saksi I Made Terpi Astika selaku Kasi Kesra Desa Bongkasa, mengiyakan ada perintah kepala desa untuk mengumpulkan sumbangan dari para pengusaha, dan kontraktor untuk Bongkasa Village festival Tahun 2024. Itu ada surat dari perbekel yang ditujukan kepada pengusaha untuk meminta dukungan.

Nah soal Rp 20 juta, terdakwa mengatakan, menerima Dodik. Terdakwa datang ke parkiran karena ada panggilan melalui WhatshApp yang menyampaikan dan akan memberikan bekal (uang). Saat itu terdakwa menghadiri undangan dari KPK RI terkait Penilaian Implementasi Indikator Kabupaten/Kota Anti Korupsi tahun 2024 di ruang Pertemuan Kertha Gosana lantai III kantor Bupati Badung.

Baca juga:  Kena OTT, PWI Anulir Penghargaan Wali Kota Bekasi

Asumsi terdakwa uang tersebut adalah uang untuk tambahan pengusaha yang belum menyumbang dalam rangka Bongkasa Village Festival. Di mana masih ada belanja-belanja yang belum tercover seperti konsumsi, sehingga nantinya akan dipergunakan untuk itu.

Atas fakta itu, kata Yulia, Pasal 12 huruf e dan g UU Tipikor yang ditetapkan JPU terlalu dipaksakan. Namun, sambung Yulia, akan lebih tepat perbuatan terdakwa dijerat dalam Pasal 11, atau Pasal 12 huruf a UU Tipikor. “Karena apa yang dilakukan oleh terdakwa yang menerima pemberian berupa bekal (uang) Rp. 20 juta, dari CV Wana Bhumi Karya melalui saksi I Putu Gede Widnyana yang tidak didahului oleh ancaman atau paksaan maupun perjanjian utang piutang,” tegasnya, sembari menyebut perintah terdakwa untuk mengumpulkan sumbangan Bongkasa Village festival untuk meminta dukungan tersebut masuk dalam kategori geratifikasi. (Miasa/Balipost))

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *