
DENPASAR, BALIPOST.com – Menindaklanjuti tuntutan mahasiswa Universitas Udayana (Unud) terkait penolakan perjanjian kerja sama antara Unud dengan Kodam IX/Udayana yang belum direspons pihak Rektorat Unud, BEM Unud akan menggelar Sidang Akbar Mahasiswa, Selasa (8/4).
Rencananya, Sidang Akbar Mahasiswa ini akan melibatkan seluruh civitas akademika Unud, bertempat di Auditorium Widya Sabha Unud.
Presiden BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra mengatakan bahwa Sidang Akbar Mahasiswa ini digelar berdasarkan hasil Konsolidasi Agung Udayana yang telah dilakukan di Gedung Parkir Tingkat Lantai 4 Kampus Unud, Sudirman pada Selasa (1/4).
Konsolidasi dihadiri oleh mahasiswa Unud dari seluruh fakultas.
Dalam konsolidasi ini juga telah disepakati 2 poin tuntutan.
Pertama, menuntut kepada Unud untuk membatalkan perjanjian kerja sama antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Universitas Udayana tentang Sinergitas di Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”.
Kedua, menuntut kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi untuk membatalkan Nota Kesepahaman antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Tentara Nasional Indonesia tentang Sinergitas di Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Arma mengungkapkan pada Rabu, 5 Maret 2025, di tengah hiruk-pikuk penolakan Revisi Rancangan Undang-Undang TNI yang telah disahkan pada 20 Maret 2025, Unud dan TNI AD dalam hal ini Kodam IX/Udayana, menandatangani perjanjian kerja sama tentang Sinergitas di Bidang Pendidikan, Kebudayaan,
Teknologi dengan Nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025. Dokumen perjanjian ini baru diumumkan secara resmi pada Rabu, 26 Maret 2025.
Bila dikaji lebih lanjut, perjanjian yang bertujuan untuk membangun kolaborasi antara kedua institusi ini masih bersifat umum tanpa adanya pengaturan teknis terkait pelaksanaannya. Ketidakjelasan mengenai implementasi kerja sama ini menimbulkan berbagai pertanyaan.
Terutama terkait batasan kewenangan serta dampaknya terhadap kebebasan akademik dan independensi institusi pendidikan.
“Penolakan ini muncul sebagai respons kekhawatiran kami terhadap masuknya unsur militerisasi dalam institusi pendidikan, yang seharusnya tetap netral dan bebas dari kepentingan sektoral tertentu,” tandasnya, Jumat (4/4).
Sebagai institusi pendidikan tinggi, menurutnya Unud memiliki tanggung jawab untuk menjaga kebebasan akademik, memastikan lingkungan yang objektif, serta mencegah segala bentuk pembatasan terhadap kebebasan berpikir, mengajar, dan meneliti.
Bagi mahasiswa Unud, kerja sama ini berpotensi membatasi kebebasan akademik serta membuka ruang bagi politisasi dalam kegiatan akademik, yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan yang menjadi landasan pendidikan tinggi.
“Sebagai universitas yang menjunjung tinggi prinsip Unggul, Mandiri, dan Berbudaya, Universitas Udayana harus tetap menjadi ruang yang bebas bagi pengembangan ilmu pengetahuan tanpa intervensi yang dapat menghambat kebebasan akademik dan integritas intelektual,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)