Ilustrasi (BP)

DENPASAR, BALIPOST.com – Eksploitasi pembangunan Bali yang kebablasan hingga merugikan alam Bali dibenarkan kalangan akademisi. Saat ini orang berlomba-lomba membangun vila hingga ke pelosok desa tetapi untuk dijual murah. Di lapangan banyak alam dirusak.

Hal itu diungkapkan Peneliti Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana I Made Sarjana, Rabu (15/5). Dia mengatakan pembangunan berlebihan fasilitas pariwisata diakibatkan salah satunya karena tidak adanya parameter penilaian bawah terkait kebutuhan Bali. Hal ini menjadi peluang dan bumerang bagi daerah.

mengatakan, akibat tak adanya parameter ini di satu sisi memberi peningkatan pendapatan dan gimmick penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, banyak lahan dikorbankan untuk bangunan, bukan untuk menanam pohon.

Baca juga:  Lebih dari 2 Bulan Tak Turun Hujan, 5 Kecamatan di Bali Berstatus "Awas" Kekeringan

Ditegaskannya, selain overbuild, Bali juga over overtourism. Akibatnya, wisatawan yang datang tak terseleksi karena fasilitas pariwisata ditawarkan, harganya murah.

“Ini akibat tidak adanya perencanaan khusus di masing-masing lokasi daya tarik atau destinasi wisata. Pemerintah kabupaten dan Provinsi Bali kan tidak punya standar atau parameter penilaian bawah di satu DTW, diperlukan berapa kamar akomodasi baik hotel, vila dan penginapan,” bebernya.

Menurutnya selama ini parameter keperluan fasilitas pariwisata hanya dari investor selaku pemilik modal, pemilik tanah yang akan menjual tanah atau perantara.

Melihat fenomena itu, menurutya Bali perlu mengembangkan alternatif tourism yakni fasilitas pariwisata yang tidak terlalu banyak merusak landskap alam dengan menguruk lembah dan menebang pohon.

Baca juga:  Terus Dimatangkan, Persiapan Bandara Ngurah Rai Sambut Belasan Ribu Delegasi IMF-WB

“Bagaimana suatu kawasan dijadikan DTW tetapi keasrian dan kelestarian alam tetap terjaga. Sekarang kan orang berlomba-lomba membangun vila hingga ke pelosok desa tetapi untuk dijual murah,” ungkapnya.

Hal itu dapat dilihat dari iklan vila yang beredar di media sosial. Narasinya selalu menawarkan fasilitas murah di suatu daerah. Karena narasi murah akan menarik wisatawan lebih mudah.

“Ini artinya kan fasilitas pariwisata yang dibangun dengan kualitas rata, kontruksinya dengan meniru dan tidak ada keunggulan spesifik yang dimiliki sehingga dijualnya pada persaingan harga yang murah. Sedangkan jika produk wisata termasuk akomodasinya berkualitas, pasti berani mempromosikan dengan harga tinggi karena memiliki layanan atau pengalaman wisata yang mengesankan bagi wisatawan,” bebernya.

Baca juga:  Pasien COVID-19 Harian Capai 3 Digit, Kasus Aktif Bali Lampaui 1.000 Orang

Hasil observasinya, di beberapa tempat untuk aktivitas alternatif tourism, kata Sarjana, daya tarik wisata yang dibangun tanpa meninggalkan karakteristik aslinya akan laku dijual dengan harga tinggi. Dalam konteks ini, wisatawan mendapat pengalaman khusus dalam berwisata yang lebih tinggi dari ekspektasinya sehingga mereka bersedia membayar produk wisata dengan harga lebih mahal

Hanya saja membangun pariwisata alternatif membutuhkan perencanaan yang matang, promosi yang lama dan SDM yang punya visi terkait produk wisata berkualitas, bukan sekadar membangun destinasi dengan langkah imitasi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN