Pj. Ketua TP PKK Provinsi Bali, Ny. drg. Ida Mahendra Jaya menyerahkan bantuan kepada balita yang berpotensi stunting, di Balai Banjar Bantas Bale Agung, Desa Bantas, Selemadeg Timur, Tabanan, Jumat (27/10/2023). (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Provinsi Bali kembali menjadi daerah dengan angka prevalensi stunting terendah di Indonesia. Angka prevalensi stunting tahun 2022 sebesar 8%, sedangkan di 2023 mencapai 7,2%.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka prevalensi stunting nasional sebesar 21,5% pada tahun 2023 lalu. Inspektur Utama BKKBN RI, Ari Dwikora Tono dalam rapat Kerja Daerah Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana, Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Bali Tahun 2024, di Harris Hotel Sunset Road, Kuta, Badung, Kamis (28/3), mengatakan di 2024 ini Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting nasional dapat turun menjadi 14%.

Baca juga:  Pengguna Internet Di Indonesia Mencapai 143.28 Juta

Provinsi Bali diharapkan dapat kembali turun dengan target 6,15% di tahun 2024 ini.

Menanggapi target tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali optimis dapat menurunkan angka prevalensi stunting di Bali menjadi lebih baik pada tahun 2024. “Kita di Bali walaupun sudah terendah nasional tapi angka 7,2% itu masih bisa kita turunkan. Kita punya keyakinan bahwa dengan kerjasama kita bisa turunkan terus. Maka saya mengajak teman-teman ayo 7,2% itu kita turunkan terus bahkan kalau bisa kita nol kan,” ujar Dewa Made Indra.

Baca juga:  Kintamani Penyumbang Stunting Tertinggi di Bangli

Diungkapkan bahwa capaian penurunan prevalensi stunting di Provinsi Bali tidak terlepas dari kerjasama semua komponen. Baik masyarakat maupun pemerintah daerah yang memiliki komitmen kuat dalam melakukan upaya percepatan penurunan prevalensi stunting di Bali.

Jika dikaitkan dengan kemiskinan ekstrem, Dewa Made Indra menampik hal tersebut menjadi penyebab utama prevalensi stunting khususnya di Bali Seperti di Kabupaten Gianyar yang secara ekonomi relatif baik, tetapi ada prevalensi stunting. Ia menilai prevalensi stunting lebih disebabkan karena kurangnya edukasi mengenai pentingnya cakupan gizi anak mulai dari saat pranikah, hamil, melahirkan hingga kesehatan dan cakupan gizi bayi hingga usia 2 (dua) tahun.

Baca juga:  3 Hari Nihil, Bali Kembali Laporkan Korban Jiwa COVID-19

Ia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah bekerjasama dengan BKKBN Provinsi Bali untuk melakukan upaya penurunan prevalensi stunting di Bali dengan melibatkan desa adat, organisasi keagamaan serta tokoh keagamaan. Ia menilai upaya penurunan prevalensi stunting ini harus dimulai dari hulu yaitu pada masing-masing wilayah desa adat. Pemerintah telah menyampaikan agar setiap bendesa atau pemimpin adat dapat melaporkan dan mengumpulkan pasangan muda-mudi yang akan menikah untuk diberikan edukasi pranikah oleh tim pendamping dari BKKBN Provinsi Bali yang ada di masing-masing desa. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *