I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai potensi dan kearifan lokal. Pangan lokal sebagai solusi dalam pemenuhan kebutuhan pangan di masa inflasi. Pengembangan pangan lokal sebagai upaya memperkuat keragaman pangan dengan berbagai pangan alternatif. Adanya berbagai pangan lokal yang sehat dan ramah lingkungan sangat baik dikonsumsi saat ini.

Sistem pangan lokal mengacu pada produksi, distribusi, dan konsumsi pangan yang berpusat pada lingkungan sekitar masyarakat. Dalam sistem ini, masyarakat lokal secara aktif terlibat dalam semua tahap produksi pangan, mulai dari bercocok tanam hingga memasarkan produk.  Dalam sistem pangan lokal, suatu kawasan biasanya memiliki caranya sendiri dalam penyediaan pangan. Jenis pangannya pun tak melulu beras, tapi juga pangan-pangan lainnya seperti sagu, jagung, ataupun singkong.

Sistem ini pun jamak diberlakukan penduduk desa ataupun masyarakat adat di Indonesia. Risiko sistem pangan lokal yang terancam, dapat tergerus oleh proyek-proyek besar yang datangnya dari luar, misalnya perkebunan berskala besar. Dalam hal ini  pemerintah harus berupaya menjaga agar sistem pangan lokal di desa-desa tidak berkurang.

Penelitian terbaru dari Tufts University, Amerika Serikat, bersama Institut Pertanian Bogor, dan sejumlah universitas lainnya mempertegas dilema ini. Studi yang terbit di The American Journal of Clinical Nutrition menyatakan pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih bertumpu pada jenis beras-berasan dengan asupan protein hewani yang rendah. Sementara, peningkatan protein akan membuat tingkat keterjangkauan masyarakat terhadap pangan juga semakin rendah. Jika sistem pangan diarahkan untuk peningkatan produksi sumber protein, maka emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmonsfer berisiko semakin tinggi, bisa melampaui 1.000 kg per kapita per tahun.

Baca juga:  Rekonsiliasi Mengurai Tensi Konflik

Studi merekomendasikan beberapa langkah yang dapat ditempuh pemerintah untuk meningkatkan asupan nutrisi dalam pangan yang terjangkau dan minim emisi. Pertama, pemerintah dapat mendorong pengurangan konsumsi beras dan makanan yang tak sehat. Kedua, program peningkatan produktivitas dan perdagangan pangan harus mendukung program pangan yang bernutrisi dan ramah iklim.

Upaya ketiga adalah memberikan subsidi ataupun insentif untuk menurunkan harga pangan bernutrisi. Cara lainnya adalah meningkatkan harga pangan ataupun bahan pangan yang mengandung gula, lemak, dan garam yang tinggi melalui pajak, ataupun pungutan lainnya.

Food and Nutrition Scientist dari Centre for International Forestry Research (CIFOR), mengatakan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tinggi, termasuk sumber pangannya. Berdasarkan penelitian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2007, ada sekurang-kurangnya 100 jenis tumbuhan karbohidrat, 100 jenis polong, 450 jenis buah, 250 jenis sayuran dan jamur yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Baca juga:  Kejernihan Hati Menata Desa Adat

Konsumsi makanan di masyarakat saat ini malah makin berkurang keragamannya. Ketahanan pangan berpotensi lebih terjaga jika masyarakat setempat mengandalkan tanaman pangan lokal.

Strategi pengembangan pangan lokal yang dapat dilakukan dalam pengembangan industri rumah tangga, seperti produksi makanan tradisional atau makanan kreasi baru (pie susu, pisang rai, jagung urap, jaje klepon, laklak, pia, kaliadrem, cerorot), pengembangan agroindustri (kapasitas besar). Selain pangan lokal dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan gizi, pangan lokal juga dapat berperan sebagai sumber keragaman pangan untuk pencapaian ketahanan pangan dan gizi keluarga, sebagai hasil kreatifitas budaya dan kearifan lokal yang dapat meningkatkan ketersediaan beragam makanan bergizi.

Sehingga dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi melalui pangan lokal dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pangan lokal, pemanfaatan pangan lokal secara massif dan pemanfaatan lahan pekarangan (untuk budidaya tumbuhan pangan lokal/peternakan/budidaya ikan).

Baca juga:  Keselamatan ”Traveler” di Masa Pandemi

Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 389 jenis buah-buahan, 77 jenis sumber protein dan 228 jenis sayuran. Sayangnya, Indonesia hanya mengandalkan beras dan gandum sebagai sumber karbohidrat. Ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan sistem pangan kita beralih dari makanan lokal ke konvergensi pola makan nasional, sebuah konsep di mana orang cenderung mengonsumsi makanan yang homogen, terlepas dari ketersediaan makanan lokal lainnya.

Oleh karena itu, penelitian menunjukkan bahwa kurangnya keragaman pangan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Dari sudut pandang keberlanjutan sosioekonomi, ini mendorong rasa kepemilikan terhadap warisan lokal dan identitas lokal, yang dapat mempersatukan masyarakat. Pembentukan pasar lokal akan mendekatkan produsen dan konsumen serta menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan di daerah pedesaan.

Dari perspektif kesehatan, rantai pasokan yang lebih pendek akan mengurangi pembusukan makanan dan meningkatkan akses pedesaan ke makanan yang sehat dan beragam. Oleh karena itu, lebih banyak upaya harus dilakukan untuk menghidupkan kembali pangan lokal Indonesia agar dapat mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan.

Penulis, Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *