Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota seluruh Bali sepakat memproses pengajuan insentif fiskal dari asosiasi spa. Hal ini setelah berdiskusi dengan asosiasi dan mendukung pemulihan wisata kebugaran di pulau Dewata.

Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra yang memimpin diskusi antara asosiasi spa dan pemerintah kabupaten/kota, mengatakan pihaknya memproses kebijakan insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi. “Semoga pemulihan pariwisata kita semakin baik,” kata Mahendra Jaya dikutip dari Kantor Berita Antara, Sabtu (27/1).

Mahendra juga mengaku sejak awal sepakat bahwa spa adalah kegiatan kebugaran dengan memanfaatkan potensi lokal, sementara dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 justru masuk dalam kategori hiburan yang dianggap kurang tepat.

Baca juga:  Bali Buka untuk Wisman, Penurunan Zona Risiko Masih Jadi PR

Seperti diketahui, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) perihal pemerintah mengatur tarif pajak untuk kelima jasa hiburan: karaoke, diskotek, bar, dan spa/mandi uap sebesar 40 persen hingga 75 persen, hal ini kemudian yang meresahkan asosiasi spa yang selama ini mengedepankan ciri khas Balinese Spa.

“Kami pemerintah tentu memahami ini, apalagi ini kita baru saja bangkit pasca-pandemi COVID-19. Jadi mari melalui pertemuan ini kita samakan persepsi,” ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut masing-masing perwakilan pemerintah kabupaten/kota dan asosiasi yang hadir diberikan kesempatan mengutarakan harapan dan masukannya, hingga akhirnya disepakati bahwa pelaku usaha akan mengajukan kebijakan insentif fiskal ke pemerintah tempat dia berusaha.

Baca juga:  Korban Jiwa Masih Terus Bertambah, Jumlah Kasus COVID-19 Harian di Bali Kembali di Atas 100 Orang

Pemprov Bali telah mengetahui bahwa asosiasi yang menaungi usaha jasa spa sudah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait berlakunya UU HKPD, namun menurut Pj Gubernur proses tersebut akan membutuhkan waktu yang lama.

Demi kebaikan bersama, maka ia menyarankan agar mengajukan permohonan kebijakan insentif fiskal sebagai satu langkah antisipasi yang harus segera dilaksanakan, karena UU HKPD sendiri telah berlaku sejak 5 Januari 2024.

Lebih lanjut, dengan adanya permohonan tersebut, pejabat dalam hal ini kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota berhak memberikan kebijakan insentif fiskal sesuai dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD.

Baca juga:  OJK Mulai Awasi Sektor Keuangan Secara Menyeluruh

“Kepala daerah dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75 persen atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40 persen. Ini kebijakan kepala daerah, dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional,” ujarnya.

Dengan kesepakatan pihak pemerintah dan pelaku usaha ini, Mahendra kemudian meminta pemerintah kabupaten/kota segera mengurus peraturan kepala daerah terkait kebijakan insentif fiskal yang dimaksudkan. (kmb/balipost)

BAGIKAN