Trisno Nugroho. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menyusul ditangkapnya seorang pengelola rent car di Jimbaran, Badung, karena bertransaksi menggunakan mata uang kripto, banyak netizen yang mempertanyakan penangkapan ini. Bahkan ada yang berpendapat, penggunaan kripto tak ada bedanya saat menggunakan transaksi nontunai lainnya.

Terkait ini, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Bali, Trisno Nugroho, Selasa (30/5) menjelaskan, sesuai dengan UU No 7/2011 tentang Mata Uang, bahwa uang yang sah dan berlaku di NKRI adalah rupiah. Tak hanya tunai dan non tunai harus dalam rupiah. Jika tidak dikenai sanksi pidana dan dendanya pada pasal 21 dan 23.

Baca juga:  Gubernur Koster Ingin Perekonomian Lebih Dinikmati Rakyat Kecil

Crypto sebagai aset, pengawasannya ada di Bappepti di bawah Kemendag, dengan UUP2SK diawasi oleh OJK sedangkan BI mengawasi lembaganya atau PJSP seperti bank dan non bank, OVO, Gopay apakah menggunakan Crypto atau tidak. Di setiap pedagang merchant pasti menggunakan bank atau non bank, tunai, kredit card online, mobile Banking jadi yang diawasi adalah pelaku dari PJSP.

Jika sebelumnya ada dugaan cafe, restoran menggunakan kripto sebagai alat bayar, maka yang diselidiki BI adalah back bone bank-nya atau PJSPnya apa. “Itu nanti bisa dilihat. Uangnya lari ke bank mana,” jelasnya.

Jika kondisi yang terjadi adalah pembayaran tetap menggunakan rupiah tapi restoran atau cafe tersebut memberikan bonus atau reward aset kripto, menurutnya tidak masalah. “Setelah dia aset kripto lalu ditukarkan ke Indodax, Toko Kripto misalnya, boleh saja, dia jual ke sana dan mengonversi menjadi mata uang rupiah. Kripto sebagai asetnya bukan sebagai alat transaksi,” jelasnya.

Baca juga:  Ini, Sanksi Adat Para Pelaku Pemerkosaan di Lodtunduh

Untuk itu, saat ini ia sedang menghubungi bank -bank yang sering melayani orang asing untuk mengetahui chanel atau alat pembayaran nasabahnya. Ia juga meminta kepada masyarakat yang mengetahui adanya penggunaan alat bayar selain rupiah, agar segera melapor ke pihak kepolisian terdekat, imigrasi, kepala desa, dinas pariwisata dan BI siap menjadi saksi.

Meski demikian, menurutnya kecil kemungkinan tempat usaha mau menerima pembayaran dengan crypto karena kondisi fluktuasi mata uang digital tersebut sangat signifikan. “Pelaku usaha tentu akan memikirkan dampak jangka panjang dari kripto yang dikumpulkan dari customer yang bertransaksi di tempat usahanya. Apakah nilai dari kripto yang diterima akan terus naik atau malah turun seperti yang terjadi saat ini. Jika turun, tentu hal ini akan merugikan tempat usaha atau merchant tersebut karena telah menerima pembayaran berupa kripto,” paparnya. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Bali Berpotensi Jadi "Next Silicon Valley"
BAGIKAN