I Wayan Artika. (BP/Istimewa)

aOleh Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum

Susah-susah gampang jadi orangtua ketika ingin memberi masukan atau meminta penjelasan kepada sekolah. Orangtua sepakat bahwa pendidikan itu penting dan harus.

Umumnya, bagi orang tua pendidikan adalah sekolah. Keluarga kaya akan “pilih-pilih” sekolah bagi
anak-anaknya. Sekolah mahal dijadikan ukuran mutu pendidikan.

Kalau orangtua siswa ingin mengkritisi sekolah, harus berhati-hati. Pada umumnya guru tidak siap. Pengelola sekolah lebih nyaman jalan sendiri dan kurang melibatkan orangtua karena masih dengan paradigma
“orang tua terima beres”.

Kepala sekolah tidak memprioritaskan komunikasi dengan orangtua. Guru-guru juga sangat tertutup.

Apapun kegiatan anak-anak di kelas hanya urusan di sekolah. Syukur sekarang ada kesadaran guru wali membangun “forum” orangtua di WAG.

Sejatinya, hal-hal yang bisa dikritisi orangtua sangat banyak. Mulai dari PR melulu, tas siswa yang selalu penuh buku tulis yang setiap hari diangkut di punggung pulang pergi, belanja di kantin yang dipenuhi makanan instan, jualan produk minuman tertentu ke sekolah, guru yang tidak hadir sehingga kelas kosong, jadwal belajar siswa dikorbankan oleh urusan guru, siswa yang
selalu datang lebih pagi ketimbang gurunya, gaya guru mengajar, inovasi pembelajaran, wawasan guru, dan masih banyak yang lain.

Baca juga:  Juknis PPDB SMP di Denpasar, Ini Bedanya dengan Tahun Lalu

Tapi jangan coba-coba menyampaikan kritik atau semacam protes kepada guru atau sekolah! Ujung-ujungnya salah paham!

Karena guru merasa benar dan paling tahu sebaliknya orangtua siswa; maka guru antikritik. Dalam kondisi pendidikan yang antikritik dan tertutup, terutama dari partisipasi orangtua; jika anak-anak lemah dalam mata
pelajaran tertentu, maka orangtua tidak meminta pertanggungjawaban guru yang mengajar.

Mungkin karena ada rasa malu karena mengakui kebodohan anak sendiri. Orangtua justru mencarikan anak-anaknya “guru luar” untuk membantu, misalnya
guru les atau ikut bimbingan belajar. Ini sikap orangtua yang tidak ingin anaknya disandera.

Baca juga:  Menjaga Daulat Energi

Demikian pula kalau prestasi belajar siswa salam mata pelajaran tertentu sangat mundur. Orangtua dapat membicarakan masalah ini dengan guru dan atas izin dari kepala sekolah. Dalam hal ini guru harus bisa membantu anak.

Guru bekerja lebih keras dan mengalihkan fokus ke siswa yang mundur. Masukan orangtua penting sekali untuk mengontrol kinerja guru. Jika orangtua mendiamkan masalah-masalah belajar anaknya, guru mungkin berpikir aman-aman saja.

Padahal masih ada sederet persoalan di dalam kelasnya. Di sinilah amat penting orangtua menyampaikan kritik. Orangtua diharapkan banyak terlibat dalam pendidikan anak-anaknya di mana
mereka bersekolah.

Kekhawatiran jika akibat kritik itu adalah anak yang tersandera, mungkin bisa dijauhkan. Dengan komunikasi yang terbuka dan fokus pada maksud mengatasi persoalan belajar anak, wawasan guru terhadap kritik lebih terbuka.

Sekolah, guru, dan kepala sekolah perlu mengembangkan siap terbuka terhadap kritik orang tua. Pihak sekolah selalu memberi berita kepada orang tua terkait dengan aktivitas sekolah. Sebaliknya, sekolah juga selalu siap menerima berbagai informasi atau masukan berharga dari orangtua. Pertukaran informasi sangat penting.

Baca juga:  Pemkab Lakukan Ini Untuk Siswa Yang Sekolah Keluar Jembrana

Selama ini informasi yang sampai kepada orang tua sebatas pengumuman. Komunikasi-komunikasi yang
produktif belum berkembang di kalangan guru, kepala sekolah dan orangtua. Dengan komunikasi yang bagus, sekolah bisa memanfaatkan sumber daya orang tua siswa.

Lewat komunikasi dan forum orangtua, sekolah mendapatkan data yang bermanfaat dikelola untuk kemajuan sekolah yang menyasar siswa secara langsung. Dalam iklim sekolah yang “tertutup” maka orang tua harus dapat memulai komunikasi terlebih dahulu.

Komunikasi ini diutamakan untuk membuka jalan dan
membangun kepercayaan sekolah. Dengan inilah, sumber daya orang tua untuk pendidikan merdeka bisa berjalan. Tidak lagi ada pikiran guru dan kekhawatiran orangtua menyandera siswa.

Penulis, Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali

BAGIKAN