Diskusi Merah Putih Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Bali Era Baru, Rabu (1/3). (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali kembali dipilih menjadi tuan rumah event bertaraf internasional. Tahun 2024 Bali akan menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bali karena Bali telah beberapa kali dijadikan tempat event internasional.

Event ini tidak terlepas dari upaya dan kesiapan Gubernur Bali, Wayan Koster, mempersiapkan Bali sebagai tempat event WWF. Bahkan sejak 2019 Gubernur Koster sudah menerbitkan surat rekomendasi pada Presiden WWF yang berkedudukan di Prancis. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya bisa diselenggarakan di Indonesia, khususnya di Bali.

Wakil Rektor III Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Dr. Drs. I Putu Sarjana, M.Si., dalam Diskusi Merah Putih Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Bali Era Baru, Rabu (1/3) di Warung 63 Bali Coffee Jalan Veteran Denpasar mengatakan, bersyukur bahwa Bali kembali menjadi
tempat perhelatan dunia. “Apresiasi bahwa kita sesungguhnya satu pulau yang kita ngeh atau sadar pada potensi kita karena pada waktu yang lalu sibuk
dengan dunia kepariwisataan,” ujarnya.

Baca juga:  Tabrak Trotoar, Mahasiswa Tewas di TKP

Selain itu, Nangun Sat Kerthi Loka Bali merupakan konsep mendasar, yang sudah ada di beberapa lontar, dalam pengejawantahan atau proses secara alamiah selalu dilakukan masyarakat Bali namun tidak terprogram secara terencana. Dengan datangnya program pemerintah yang belakangan mulai concern terhadap kawasan pemuliaan air, merealisasikannya dengan baik bahkan lewat program bertaraf internasional.

Bali selain memiliki empat danau sebagai sumber air, ada juga sumber lain yang dimiliki yaitu sumber mata air dalam bentuk campuhan, segara, kelebutan yang perlu dilestarikan karena secara terbentuk. Namun karena kerakusan menggali potensi -potensi pariwisata, sehingga mengubah tatananan itu yang menyebabkan sumber air kita terabaikan dan kering.

Akademisi Universitas Mahasaraswati Denpasar Prof. Dr. Drs. I Ketut Setia Sapta, SE.,M.Si.mengatakan, event yang dilaksanakan dalam suatu daerah akan memberikan kontribusi pada daerah tersebut. “Suatu daerah jika ada kegiatan yang dilakukan maka kegiatan ekonomi masyarakat akan berkembang, maka keterlibatan masyarakat diharapkan dapat berperan optimal,” ujarnya.

Baca juga:  Terancam Punah, Petani Garam Tanpa Regenerasi

Dilaksanakannya event WWF di Bali tidak terlepas dari perhatian dunia bahwa dalam penglolaan air, Bali memiliki tradisi yang cukup kuat untuk pemuliaan air sebagai sumber kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan sehari – hari pelestarian dan pemuliaan air menjadi hal rutin yant dilakukan masyarakat Bali baik secara sekala maupun niskala. “Dari sana memberikan gambaran bahwa Bali telah memiliki kebiasaan dalam pemeliharaan dan pemuliaan air,” sebutnya.

Sehingga dengan demikian sangat tepat event ini dilakukan di Bali karena selain merupakan tempat utama event dan museum hidup pengelolaan air secara alamiah, event ini juga memberi angin segar dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi Bali. “Sekarang dalam memetik manfaat event tersebut, Tergantung bagaimana masyarakat menyikapinya,” katanya.

Budayawan Universitas Warmadewa Dr. Drs. A.A. Gede Raka, M.Si.mengatakan, masyarakat harus mendapat pemahaman alasan Bali tetap dipercaya sebagai tempat event internasional. Salah satunya Taksu Bali. Taksu dikatakan tidak diperoleh begitu saja tapi melalui proses penggalian, pengelolaan dan pemeliharaan dengan baik. “Jika taksunya tidak ada, tidak mungkin Bali dipilih menjadi tempat berbagai event,” ujarnya.

Baca juga:  Emas Kabaddi Porjar Bali Tersebar Merata

Masyarakat Bali juga memiliki kesadaran yang tinggi dalam memelihara nilai-nilai budaya yang ada di Bali. Hal inilah yang terus dilakukan asyarakat Bali sehingga dunia melihat apa yang dilakukan Bali dan timbul kepercayaan dunia terhadap Bali.

Komitmen masyarakat Bali melestarikan air di bawah komando pemerintah cukup tinggi.  Seperti konsep Gubernur Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali merupakan komando tertulis untuk masyarakat Bali agar lebih sadar dan ngeh dalam menjaga air ditambah memuliakan sumber air. Pandangan masyarakat Bali akan air bukan hanya kebutuhan praktis tapi juga kebutuhan ritual keagamaan. Sehingga pemuliaan air telah dilakukan masyarakat Bali dengan ritual dan segalanya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN