Sejumlah warga Desa Adat Banyuasri di Kecamatan Buleleng, Kamis (23/2) menggelar aksi penolakan keputusan MDA Bali. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejumlah warga Desa Adat Banyuasri di Kecamatan Buleleng, Kamis (23/2) mendatangi kantor Majelis Madya Desa Adat (MDA) Buleleng. Warga desa adat menyampaikan surat pernyataan sikap terkait kisruh pemilihan (ngadegang) Kelian Desa Adat (Bendesa) Banyuasri periode 2022/2027 yang menolak keputusan Sabha Kerta Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.

Koordinator aksi, Made Parthama Putra mengatakan, aksi damai yang dilakukan ini setelah pihaknya menerima keputusan Sabha Kerta MDA Bali. Ada dua keputusan yang tertuang di keputusan.

Baca juga:  Supriatna Berpeluang Besar Kembali Jadi Ketua DPRD Buleleng

Pertama, menyatakan pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri periode 2022/2027 dengan pemenang Nyoman Mangku Widiasa dinilai tidak sah dan harus dilakukan pemilihan ulang. Kedua, sanksi adat yang dijatuhkan kepada 11 warga desa adat agar dicabut. Sanksi adat ini sendiri sebelumnya diputuskan pada paruman desa dengan alasan belasan warga tersebut melakukan kesalahan.

Atas poin keputusan itu, kelian desa adat dan prajuru kemudian melakukan paruman desa. Pada paruman itu secara aklamasi warga adat menolak untuk melaksanakan keputusan Sabha Kerta MDA Bali.

Baca juga:  Hasil Sementara, Polisi Sebut Ada Kebakaran di Gubuk

Bahkan, warga menyatakan siap menerima konsekuensi yang harus ditanggung. Salah satunya, tidak lagi menerima kucuran hibah Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Rp 300 juta per tahun. “Kami menyatakan sikap yang mana intinya menolak melaksanakan keputusan Sabha Kerta MDA Bali dengan konsekuensi apapun yang akan terjadi. Yang jelas sikap kami ini demi menjaga harkat dan martabat otonomi di desa adat,” katanya.

Terkait pencabutan sanksi adat, Parthama Putra menyebut, sanksi itu dijatuhkan kepada 11 warganya diputuskan pada paruman desa sekitar Maret 2022 silam. Sanksi adat ini sesuai awig-awig dan pararem yang ada.

Baca juga:  Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Bertambah

Pertimbangannya karena warganya itu mengadukan proses pemilihan kelian adat sampai berujung kisruh seperti sekarang ini. Saat mengikuti proses pemilihan kelian desa adat itu, 11 warga tersebut menyampaikan protesnya yang diduga dilakukan dengan cara yang dianggap tak bisa ditoleransi. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN