Pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di Desa Adat Bebalang, Bangli, dilaksanakan sehari pada Rabu (15/2/2023). (BPDokumen)

BANGLI, BALIPOST.com – Penyelenggaraan bulan bahasa Bali sangat positif dan efektif untuk pelestarian aksara, bahasa dan Sastra Bali. Dengan adanya bulan bahasa Bali, anak-anak kini antusias mempelajari aksara, bahasa dan Sastra Bali. Demikian juga krama istri kembali bergairah masatua.

Bendesa Adat Bebalang, Sang Putu Suteja mengungkapkan hal itu saat ditemui di sela-sela kegiatan bulan bahasa Bali yang digelar Desa Adat Bebalang di Balai Serbaguna Banjar Adat Sedit, belum lama ini.

Bulan bahasa Bali di Desa Adat Bebalang, Kabupaten Bangli tahun ini diisi dengan tiga kegiatan lomba yakni Masatua Bali, nyurat aksara Bali dan Maca Bali. Lomba Masatua Bali melibatkan peserta dari ibu-ibu paiketan Krama istri (Pakis). Sementara Nyurat aksara Bali melibatkan peserta siswa SD, dan Maca Bali dengan kegiatan macepat, pesertanya kalangan yowana. “Kegiatan bulan bahasa Bali tahun ini merupakan yang keempat kali yang kami laksanakan,” kata Suteja.

Baca juga:  Sirtu Menumpuk di Jembatan Susut-Tampaksiring

Pelaksanaan Bulan Bahasa Bali di Desa Adat Bebalang dilaksanakan sehari pada Rabu (15/2). Dalam memberikan penilaian terhadap para peserta lomba, Suteja mengatakan pihaknya melibatkan juri dari penyuluh agama dan penyuluh bahasa Bali yang berasal dari luar Belalang. “Dari ketiga kegiatan lomba itu masing-masing kami cari juara 1,2,3. Kami siapkan hadiah berupa piagam, trofi, dan sejumlah uang,” ujarnya.

Selaku bendesa, Suteja mengapresiasi langkah Gubernur Bali Wayan Koster menetapkan bulan Bahasa Bali sebagai wahana untuk pelestarian aksara, bahasa dan Sastra Bali. Dia menilai penyelenggaraan bulan bahasa Bali selama ini sangat positif dan efektif untuk pelestarian aksara, bahasa dan Sastra Bali. Sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Baca juga:  Bulan Bahasa Bali Implementasi Nyata Jana Kerthi

Dengan adanya bulan bahasa Bali, anak-anak saat ini antusias mempelajari aksara, bahasa dan Sastra Bali. “Kalau dulu anak-anak milenial malu bicara bahasa Bali, malu makidung, sekarang mereka sudah mau belajar bahkan ada yang sampai cari guru les,” ungkapnya.

Demikian juga krama istri kembali bergairah masatua. Masatua, kata Suteja merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Bali. Masatua dulu biasa dilakukan ibu-ibu sebagai pengantar tidur bagi anaknya. Seiring perkembangan zaman, Masatua mulai ditinggalkan dan nyaris tenggelam.

Baca juga:  Ratusan Anak TK dan PAUD Arak Ogoh-ogoh di Lapangan Pegok

“Kami sangat bersyukur, Bali dengan dipimpin Gubernur Wayan Koster mengangkat dan menghidupkan kembali kebudayaan dan kearifan lokal yang sempat terabaikan dan nyaris tenggelam lewat kegiatan bulan bahasa Bali ini. Kami harapkan Bulan Bahasa Bali ini tidak saja hanya jadi ajang perlombaan bagi peserta. Namun juga bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya masatua. Kami harapkan kebiasaan masatua atau mendongeng di kalangan ibu-ibu bisa terus dilestarikan,” kata Suteja. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN