Salah satu bangunan yang ambruk digerus abrasi di Pantai Tanjung Benoa, Badung. Selain pantai ini, sejumlah pesisir di Bali juga mengalami abrasi. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perkembangan sektor pariwisata di Bali berdampak cukup besar dalam pemanfaatan ruang di pulau seribu pura ini. Sejalan perkembangan yang ada, banyak bertumbuh investasi-investasi yang memerlukan ruang untuk aktivitasnya. Ironisnya, demi mengejar keuntungan semata, investasi pariwisata dibiarkan menabrak tata ruang yang berakibat rusaknya lingkungan.

Pembangunan sarana prasarana pendukung pariwisata paling kerap kali bersinggungan dengan kebijakan penataan ruang yang dibuat pemerintah. Padahal peranan tata ruang pada hakikatnya dimaksudkan untuk menghindari konflik pemanfaatan sumber daya, mencegah timbulnya kerusakan lingkungan serta meningkatkan keselarasan sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana.

Kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini menunjukan
adanya sejumlah ketidaksesuaian dengan fungsi-fungsi ruang yang ada. Pakar tata ruang dan lingkungan yang merupakan Guru Besar FT Unud, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si., Kamis (22/12) mengatakan pentingnya sebuah perencanaan pembangunan yang dimiliki setiap daerah.

Baca juga:  Diguyur Hujan, Stand Denfest Terendam

Perencanaan pembangunan sebagaimana yang tertuang dalam Perda Tata Ruang akan menjadi panduan setiap orang ataupun lembaga dalam memanfaatkan ruang (membangun). Karena itu, menjadi sangat penting mengedepankan perencanaan
terlebih dahulu dibandingkan dengan pembangunan. “Jangan sampai pembangunan jauh melesat tanpa ada perencanaan (perda tata ruang),“ ujar Rumawan.

Dikatakan, penataan ruang ini juga merupakan
pertanggungjawaban pemerintah dalam pembangunan.
Pembangunan akan tercermin dalam tata ruang. Misalnya saja, rencana jalan tol, shortcut serta bandar
udara di Buleleng, serta yang lainnya akan terlihat jelas
dalam peraturan yang dibuat.

Inilah yang menunjukan adanya perencanaan yang jelas
sebelum pembangunan itu dilakukan. Ini untuk menghindari adanya pembangunan pada ruang-ruang yang tidak seharusnya.

Baca juga:  Bertambah, WNA dan Warga Kabupaten Lain Jadi Korban Jiwa COVID-19 di Bali

Perencanaan tata ruang ini memiliki peran yang strategis dalam menyelamatkan wilayah Bali. Semua komponen masyarakat, investor serta stakeholder lainnya wajib tunduk pada peraturan tersebut.

Apalagi, peraturan itu merupakan turunan dari
UU yang diatasnya. Dengan demikian siapapun melakukan perubahan fungsi harus menyesuaian diri, tidak boleh semena-mena. Seperti membangun di sempadan sungai, sempadan danau, sempadan
pantai serta kawasan rawan bencana. Karena ini akan
menjadi bencana bagi masyarakat banyak, “Yang terkena dampaknya bukan hanya yang melakukan pelanggaran,” ujarnya.

Rumawan mengatakan pentingnya memperhatikan
pembangunan di wilayah rawan bencana. Pembangunan harus memperhatikan mitigasi bencana, seperti longsor dan banjir. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Jembrana, bencana banjir bandang itu akibat adanya alih fungsi di atasnya. “Itu merupakan bentuk warning yang diberikan agar kita selalu waspada dan
memperhatikan mitigasi bencana tersebut,” ujarnya.

Baca juga:  Banyak Pilihan Produk, Tiga Hal Ini Harus Diperhatikan Saat Pilih Sunscreen

Pemerintah jangan sampai melakukan pembiaran bila terjadi pembangunan di kawasan-kawasan terlarang seperti itu. Karena bila dibiarkan akan menjadi con￾toh bagi generasi berikutnya untuk ikut-ikutan melakukan hal serupa. “Selain pentingnya perencanaan, pengawasan juga harus optimal,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Denpasar, I Ketut Suteja Kumara, ST. Politisi PDI-P Denpasar Utara ini menekankan pentingnya pengawasan dalam setiap pembangunan yang ada. Dikatakan, setiap daerah sudah memiliki perencanaan pembangunan yang tertuang dalam Perda Tata Ruang.

Perda ini harus menjadi panglima dalam melakukan eksekusi pembangunan. Bila ini bisa dilakukan dengan baik, pemanfaatan ruang dipastikan akan berjalan
selaras dengan keinginan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN