Rumawan Salain. (BP/kmb)

Oleh Putu Rumawan Salain

Tanpa terasa kita bersama terlah berdampingan dengan virus Covid-19 sepanjang bulan Maret 2019 sampai dengan November 2022 (32 bulan). Entah kapan akan berakhirnya pandemi ini. Sementara itu berbagai limbah akibat penanggulanagn Covid-19 berupa sampah masker dan limbah medis infeksius perlu ditangani dengan serius, cermat, dan cerdas untuk Kesehatan dan kelestarian lingkungan.

Covid-19 di Provinsi Bali menampilkan jumlah terpapar sampai dengan 15 Oktober 2022 sejumlah 167.582 orang dengan jumlah sembuh mencapai 97.03%. Sisanya ada yang meninggal dan ada yang masih dalam perawatan. Jika diperhatikan ternyata jumlah yang terinfeksi terus berlangsung sepanjang hari walaupun diberitakan ada pelandaian dan pembatasan mulai dikurangi.

Akhir-akhir ini Kembali terberitakan bahwa Pandemi Covid varian terbaru yaitu Omicron varian XBB dan BQ1 yang telah ditemukan beberapa negara dan negara terdekat yang sudah terserang adalah Singapura dengan kasus yang melampaui 9 ribu per hari (detik.com.2022).  Menteri Kesehatan Republik Indonesia memprediksi bahwa puncak varian XBB akan datang pada dua pekan mendatang (detikhealth,26 Nov 2022). Jika dugaan ini benar maka kegiatan perayaan Natal dan Tahun Baru 2023 serta hari besar Umat Hindu di Bali akan ada pembatasan. Mari kita berharap dan berdoa agar dugaan ini tidak terjadi. Dengan catatan harapan dan doa termaksud mesti dilaksanakan dengan penuh niat kesadaran untuk sehat pribadi dan sehat bagi semuanya.

Baca juga:  Trilogi Bencana Alam Bali

Ada pernyataan menarik yang dikutip dari harian Jawa Pos tertanggal 25 November 2022 halaman 1, menyatakan bahwa 84 % pasien Covid-19 meninggal karena belum memperoleh atau melaksanakan vaksin booster. Selanjutnya diberitakan bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang sudah disuntik vaksin Covid-19 yang pertama sejumlah 205 juta orang. Sedangkan penyuntikan vaksin ke dua mencapai jumlah 172 juta orang.

Selanjutnya Ketika pemerintah menganjurkan untuk Booster (penguat) pertama sudah berhasil mencapai 66 juta jiwa. Terlihat bahwa setiap tahap vaksinasi terdapat penurunan angka yang signifikan. Dengan tiga kali vaksin tersebut dijumpai limbah medis infeksius yang macam, volume, dan berat yang sangat besar. Dan limbah dimaksud termasuk dalam katagori B3 yang wajib ditangani dengan persyaratan khusus.

Akhir-akhir ini bersamaan dengan informasi pemerintah bahwa penerbangan sudah dibuka, pusat perbelanjaan juga dibuka, perhotelan, restaurant, dan travel juga mulai beroperasi, artinya bahwa kegiatan pariwisata yang mati suri di Bali sepanjang pandemi, sudah mulai dibuka bagi wisatawan mancanegara maupun nusantara.

Kini mari kita berpikir kritis dan detail, bahwa sebuah masker sebaiknya digunakan sekali pakai, tidak dicuci ataupun dijemur. Banyaknya produk masker dengan beragam harga ada baiknya ditetapkan standar yang layak guna oleh pemerintah. Jika digunakan hanya sekali saja berarti tiap hari di Pulau Bali saja akan ada sejumlah 2.000.000 lembar masker (asumsi digunakan oleh 50% dari jumlah penduduk Provinsi Bali).

Baca juga:  Menjaga Nilai Budaya Bali

Jika masker habis pakai tersebut dibuang begitu saja di tempat sampah, maka atas dimensi waktunya dia akan menjadi sumber penyebaran penyakit apa saja yang berkaitan dengan pernapasan, khususnya Covid-19. Cilakanya lagi ketika sampah rumah tangga tersebut sebelum dipetik oleh tukang sampah, diuraikan oleh anjing liar yang menyebabkan sampah berupa masker atau materi infeksius lainnya menjadi sumber penularan.

Di sisi lain sampah berupa masker yang tidak dikelola dengan baik tersebut akhirnya tersapu banjir hingga singgah ke sungai dan akhirnya mendarat di laut lepas yang pada akhirnya bisa saja dimakan oleh biota laut, atau juga melilit kaki burung-burung yang hidup di tepi sungai, pantai. Namun ada juga masker bekas pakai tersebut dibuang begitu saja di ruang-ruang publik atau rekreasi pantai karena tingkah pola penggunanya yang kurang/tidak paham akan dampak dari masker.

Tidak banyak yang tahu bahwa bahan pembuat masker mengandung polipropilena sangat lama terurai di alam (republika.co). Artinya dua bahaya akibat tidak mengelola limbah masker dengan baik akan membahayakan manusia dan alam semesta. Selain limbah berupa masker yang tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan limbah Medis Infeksius (Limbah B3), seperti: sarung tangan, jarum suntik, kapas, botol bekas vaksin, dan lainnya tidak diketahui dibuang ke mana? Intinya limbah masker terbanyak berasal dari rumah tangga dan medis infeksius terbanyak dari fasilitas pelayanan kesehatan. Solusinya adalah mengumpulkan barang bekas pakai tersebut lalu dikirim ke rumah-rumah sakit atau fungsi tertentu yang memiliki incinerator untuk dibakar dengan standar panas tertentu. Namun cara singkat bagi masker bekas pakai rumah tangga agar setelah dipakai digunting kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, diikat dan dibuang ke tempat sampah, agar tidak dapat digunakan kembali.

Baca juga:  Mengapa Orang Bali Buta Aksara?

Dengan demikian untuk meminimalisir merebaknya kembali pandemi Covid-19 oleh varian  XBB dan BQ1 ada baiknya untuk meningkatkan sosialisasi dan pengawasan yang ketat, terpadu, dan berkelanjutan dalam penerapan Prokes. Dan harus disadari bahwa limbah berupa masker dan limbah medis infeksius (limbah B3) harus dan wajib dikelola dengan baik dan benar agar dapat meminalizir pandemi Covid-19 ataupun penyakit menular lainnya akibat kelalaian mengelolanya.

Penulis, Guru Besar Fakultas Teknik, Universitas Udayana

BAGIKAN