Jro Mangku Anglurah Bendesa I Putu Artayasa (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Belakangan ini cukup banyak bencana alam yang terjadi di tanah air. Yang terbaru adalah bencana alam erupsi Gunung Semeru yang ada di Lumajang, Jawa Timur. Melihat banyaknya bencana alam yang terjadi, umat meski melakukan introspeksi diri dan mulat sarira di dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Demikian disampaikan Mangku I Putu Artayasa, Rabu (7/12).

Menurut, Mangku Artayasa, bencana alam bisa dilihat di beberapa rujukan sastra Hindu Bali. Salah satunya Roga Sangraha Bumi tentang bagaimana bencana alam terjadi dan upaya apa yang meski dilakukan oleh umat.

Baca juga:  Realisasi Dana Bansos Kemensos, Gubernur Minta Percepatan Pencairan

“Bencana alam yang terjadi, harus dimaknai introspeksi diri atau mulat sarira. Karena Hindu kita mengajarkan alam semesta buana agung dan buana alit sama sehingga perlakuan yang kita lakukan terhadap alam akan berakibat atau berimbas terhadap kehidupan kita,” ujarnya.

Artayasa, menjelaskan, contoh kecil apabila membuang sampah sembarangan ke selokan, maka lingkungan akan kotor dan terhambat maka saat hujan peluang banjir akan besar. Begitu juga, ketika hutan digunduli, maka longsor bahkan banjir bandang akan melanda. Termasuk juga erupsi gunung termasuk bencana lain yang diyakini terjadi tentu atas kuasanya.

Baca juga:  Kasus Money Politic di Pedawa, Bawaslu Gagal Klarifikasi Terlapor

“Jadi, berkaca pada bencana alam yang terjadi langkah yang harus dilakukan adalah, anangun yasa kerti. Dimana kita harus berbuat yang baik menjaga keseimbangan alam lingkungan dari hal terkecil dan tentunya anangun yasa melalui yadnya dari sekala kecil keluarga, baik di pemerajan sampai kahyangan yang besar sesuai kemampuan kita, dan sesuai petunjuk sastra melalui kerta desa atau griya petunjuk sang meraga Wikan (ida sulinggih),” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)

Baca juga:  Dua Petahana Komisioner KPU Gianyar Berpeluang Jadi Ketua
BAGIKAN