Desa Adat Bedha menggelar upacara yadnya massal Ngaben, Ngerorasin, Ngelungah, Matatah dan Nyambutin. Puncak karya telah berlangsung, Sabtu (12/11). (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Sempat terhenti lantaran pandemi Covid-19, Desa Adat Bedha, Desa Bongan, Kecamatan/Kabupaten Tabanan kini kembali melanjutkan tradisi berupa program yadnya massal yang rutin dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Selain merupakan
tradisi yang masih dijaga, yadnya massal juga merupakan salah satu cara desa membantu warganya meringankan biaya dalam prosesi upacara pengabenan.

Pada yadnya massal tahun ini, Desa Adat Bedha menggelar upacara yadnya massal Ngaben, Ngerorasin, Ngelungah, Matatah dan Nyambutin. Puncak karya telah berlangsung, Sabtu (12/11).

Yadnya massal yang digelar Desa Adat Bedha tahun ini diikuti 326 orang, tersebar dari 38 banjar adat yang ada di tiga kecamatan wilayah Desa Adat Bedha
(Tabanan, Kerambitan dan Kediri). Dari total 326 orang peserta tersebut terdiri dari
70 sawa pelaksanaan Ngaben, 12 peserta Ngerorasin, 88 peserta Ngelungah, 134 peserta Matatah dan 23 peserta Nyambutin.

Baca juga:  Denpasar Wadahi Kreatifitas Anak Muda lewat D'Youth Fest

Saat puncak karya tampak hadir Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga, Sekda Tabanan I Gede Susila, dan Bendesa Adat Kota Tabanan I Gusti Ngr. Siwa Genta.

Bendesa Adat Bedha, Ir. I Nyoman Surata, M.T. menjelaskan, yadnya massal merupakan program desa adat yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, dimana dalam pelaksanaannya seperti upacara ngaben merupakan tahap terakhir perjalanan manuasia di bumi dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hanya
saja dalam yadnya massal ini peserta tidak digratiskan full
melainkan hanya membayar lebih sedikit.

Baca juga:  Penanganan Kebakaran di TPA Mandung, Warga Diminta Bersabar

Karena selebihnya disubsidi oleh LPD dan desa adat. “Tidak sepenuhnya gratis, mereka tetap membayar namun nominalnya sangat ringan, karena ini juga bentuk rna wujud bakti mereka kepada leluhur. Misalnya, untuk yang
Ngaben dan Ngerorasin hanya Rp1,5 juta, lalu yang Matatah dan Nyambutin hanya Rp300 ribu. Selebihnya subsidi dari LPD dan Desa Adat,” jelasnya.

Rangkaian yadnya massal ini dimulai sejak 3 November 2022 dengan acara Mapekeling dan Macaru Manca Sato. Selanjutnya, 11 November 2022 dilaksanakan berbagai acara di antaranya ngebejian, ngeringkes, nunas tirta penembak dan mrelina. Dimana saat rangkaian upacara tersebut juga diiringi wewalen Jero Gede Sakti Tanah Pegat, baris dadap, curah baris, cerkuak sakeh, Gong Semar Pegulingan, dan Gambang.

Baca juga:  Gubernur Koster Didukung Melanjutkan Pembangunan Bali

Dan puncak karya, tanggal 12 November 2022 dipuput Ratu Pedanda Sembung Gede, Mpu Nabe Pangkung Prabu, Ida Rsi Griya Karangsuwung, dan Ida Bhagawan Griya Pandak Gede. “Matatah dan Nyambutin digelar Minggu, 13 November, dan maajar-ajar akan digelar Senin 14 November 2022,” ucapnya.

Menurutnya meski Yadnya digelar secara massal dengan
tingkatan madyaning utama, namun ia meyakinkan gema
ritualnya memiliki makna yang dalam. Hal ini dibuktikan dengan digelarnya berbagai kesenian yang biasanya melengkapi upacara seperti Gambang, Angklung, Baris Dapdap dan sebagainya. Termasuk program Yadya Massal ini juga sudah masuk dalam pararem awig desa adat setempat. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN