Salah satu Pura Khayangan Tiga Desa Adat Tegalbadeng Kangin, Kecamatan Negara. (BP/Istimewa)

NEGARA, BALIPOST.com – Menjadi salah satu desa adat yang wilayahnya heterogen, Desa Adat Tegalbadeng Kangin berupaya menjaga eksistensi adat dan budaya Bali. Desa Adat yang hanya terbagi dua Banjar Adat yakni Banjar Tegalbadeng dan Banjar Adat Tangi ini hanya memiliki sekitar 500 KK atau 1.800 an jiwa dengan wewidangan permukiman padat penduduk.

Desa adat ini sebelumnya menjadi satu dengan Desa Adat Tegalbadeng Kauh dengan wewidangan hingga ke desa Adat Baluk. Akan tetapi sejak 1999 lalu, dilakukan pemekaran dan kini dengan jumlah Krama lebih sedikit dibanding Desa Adat Tegalbadeng Kauh. Selain penyempitan wilayah juga wewidangan Tegalbadeng Kangin merupakan perumahan dan dengan penduduk yang heterogen. Dengan mayoritas krama bergerak di sektor pertanian secara luas, Desa Adat mengayomi setiap kegiatan adat.

Baca juga:  Desa Adat Besakih Kembali Gelar Karya Agung IBTK

Bendesa Tegalbadeng Kangin, I Ketut Sorken mengatakan dengan program “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” memberikan ruang di desa adat untuk mempertahankan eksistensi desa adat. Baik itu dari sisi parahyangan, pawongan dan palemahan. Termasuk dilakukan pembuatan pararem yang nantinya akan lebih detail sensus Krama. Begitu juga dengan pembangunan fisik seperti di parahyangan sangat dibantu dengan dana bantuan provinsi Bali. Dana itu juga sangat membantu pada tiap kegiatan rutin di parahyangan seperti piodalan dan lain-lain.

Baca juga:  Desa Adat Yangbatu Gelar Karya “Mamukur Maligia Punggel”

Sehingga krama juga tidak ditarik uron-uron dengan suntikan bantuan provinsi tersebut. LPD sebagai lembaga keuangan di desa adat juga cukup membantu desa adat dan krama dalam kegiatan desa adat. Secara geografis, posisi desa adat ini berada di tengah-tengah antara Desa Adat Tegalbadeng Kauh, Desa Adat Lelateng dan Pengambengan. “Kami berupaya menata struktur kebendesaan,” kata Sorken.

Desa adat ini juga memiliki cerita panjang hingga terbentuknya Kabupaten Jembrana selama masa kemerdekaan hingga revolusi. Sejumlah bangunan parahyangan dibangun sudah cukup lama. “Meskipun memiliki penduduk yang sedikit, melalui program di bawah desa adat berupaya menjaga adat dan budaya Bali ditengah penduduk yang heterogen,” ucapnya. (Surya Dharma/balipost)

Baca juga:  Desa Adat Sidembunut Larang Warga Berburu Burung
BAGIKAN