Petugas Dinas Pertanian Kota Denpasar memberikan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak warga di Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penanganan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Bali, dikatakan sangat terlambat. Pasalnya hingga saat ini ternak yang tertular, atau yang mau dipotong bersyarat, masih menunggu negosiasi di lapangan.

Menurut ahli Virologi FKH Universitas Udayana, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, penanganan PMK di Bali semestinya syarat pertama harus 3E (early reporting, early detection, early action) atau laporkan dini, deteksi dini, dan aksi dini. Namun demikian, yang terjadi saat ini yakni late infection, late
report, late response (3L).

Baca juga:  Kasus Dugaan Keracunan Perbekel Jineng Dalem, Investigasi Digelar Loka POM Buleleng

“Penanganan PMK di Bali sudah sangat terlambat.
Saya mendapat info kasus awal sebelum pemerintah mengumumkan,” katanya, Senin (25/7).

Untuk penanganan PMK yang paling penting harus dilakukan adalah penutupan wilayah, semua hewan peka harus diam di kandang. Namun kenyataan di lapangan, banyak hewan masih berkeliaran. “Dalam artian, Bali lockdown. Untuk wilayah, dimana hewan tidak boleh keluar Bali maupun sebaliknya, tetapi di Bali banyak hewan masih bisa berkeliaran,” ujarnya.

Baca juga:  Bencana Menonjol Selama 2019

Terkait penanganan, untuk pelaksanaan vaksinasi, kata dia, juga terkendala tidak adanya vaksin yang mencukupi. Karena itu, virus akan menyebar terus menerus.

Ia mengatakan semakin lambat penanganan, virus akan sangat sulit dikendalikan. Terlebih, penanganan PMK di Indonesia, hanya fokus pada sapi dan kerbau. Sementara untuk kambing dan babi, tidak mendapat perhatian.

Menurutnya, kedua binatang ini kalau tertular, gejalanya lebih ringan. Namun dengan demikian penyebaran virus akan semakin liar.

Ia menegaskan sekarang ini yang paling penting, hewan harus diam di kandang. Kemudian pemotongan hewan juga harus sangat diawasi.

Baca juga:  Gubernur Koster Pastikan Peningkatan Kasus COVID-19 Dikelola dengan Baik

Untuk hewan yang terinfeksi, pemotongan harus dilakukan di sekitar kandang. Harus memperhatikan dengan baik hasil kontaminan dari dagingnya.

Sementara, untuk hewan yang tidak tertular, harus dipotong di RPH dengan standar disinfektan dengan baik. “Kita melihat dulu, jangan fokus bahwa PMK bisa disembuhkan. Namun  fokusnya adalah hewan harus diam di kandang. Pemerintahan Bali harus serius melakukan penanganan PMK,” tegasnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN