Ilustrasi. (BP/Dokumen)

JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) mengatakan virus dengue penyebab demam berdarah dengue (DBD) banyak menyerang anak kecil dan remaja. Bahkan, kasusnya banyak di bawah sembilan tahun. Demikian dikatakan Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki Hadinegoro dalam “Peringatan Asean Dengue Day (ADD) 2022” dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (15/6).

Ia mengemukakan dari hasil penelitian terhadap 1.800 anak umur 1-18 di 14 provinsi, menunjukkan 25 persen anak umur satu tahun diantaranya sudah pernah terkena dengue. Lalu, pada anak umur lima tahun 50 persen, dan umur 18 tahun mencapai 90 persen. “Berarti ini sangat endemis, kita katakan hyper endemis,” ucapnya.

Baca juga:  Disiapkan, Peta Jalan Keanggotaan Penuh Timor Leste di ASEAN

Oleh karena itu, lanjut dia, meningkatkan kesadaran dan pemahaman di masyarakat tentang bahaya dan pencegahan demam berdarah dengue (DBD) penting.

“Dalam suatu penyakit yang ada berhubungan dengan transmisi dari luar bukan manusia ini menjadi sulit sekali. Bersama-sama kita harus mengurangi kontak nyamuk ini pada manusia,” kata dia.

Ia memaparkan terdapat tiga fase jika seseorang terserang virus dengue, yakni fase demam, kritis, dan penyembuhan.

Baca juga:  Mulai Tengah Malam Ini, Victoria Jalani Penguncian COVID-19

Ia mengatakan, pada fase demam seseorang akan mengalami demam tinggi secara tiba-tiba satu sampai tiga hari disertai gejala lain seperti mual dan muntah.

“Kalau kita tidak atasi maka dapat masuk ke dalam fase kritis,” ujar Sri Rezeki.

Pada fase kritis, lanjut dia, menyebabkan seseorang mengalami kebocoran pada plasma, tekanan darah turun sehingga menyebabkan shock, hingga penggumpalan cairan di rongga perut dan pendarahan.

Baca juga:  Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Melemah

“Jadi fase kritis ini kalau bisa jangan sampai terjadi, jadi kita putuskan fase demam jangan sampai fase kritis,” tuturnya.

Pada fase penyembuhan, Sri Rezeki menyampaikan, pasien sudah mulai sadar, denyut jantung membaik, dan virus sudah mulai menghilang. (kmb/balipost)

BAGIKAN