Orang-orang dengan mengenakan masker berjalan di tengah kekhawatiran atas COVID-19 di Pyongyang, Korea Utara, 15 Mei 2020. (BP/Antara)

SEOUL, BALIPOST.com – Sebanyak 187.800 orang dirawat di ruang isolasi setelah demam yang tidak diiketahui asalnya menyebar secara luas ke seluruh negeri sejak akhir April. Tetapi KCNA tidak menyebutkan berapa banyak di antara mereka yang dinyatakan positif COVID-19.

Sedikitnya satu orang dikonfirmasi positif COVID-19 telah meninggal dunia di Korea Utara. Sebanyak 350.000 orang lainnya menunjukkan gejala demam, menurut laporan media pemerintah KCNA.

Sedikitnya enam orang yang menunjukkan gejala demam meninggal dunia. Salah satu di antaranya dipastikan sebelumnya tertular varian virus Omicron, kata KCNA seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Jumat (13/5).

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi pusat komando anti virus pada Kamis (12/5) untuk memeriksa situasi. Ia sebelumnya menyatakan “keadaan darurat paling parah” dan memerintahkan penguncian wilayah (lockdown) secara nasional pada hari yang sama.

Baca juga:  Terdampak Pandemi, PMI Asal Marga Kini Bertani Gondo

Korut mengatakan wabah itu dimulai di Ibu Kota Pyongyang pada April. Media pemerintah tidak memerinci penyebab wabah itu, tetapi Pyongyang menyelenggarakan beberapa acara publik besar-besaran pada 15 dan 25 April, termasuk parade militer dan pertemuan besar, saat kebanyakan orang tidak memakai masker.

Kim mengkritik bahwa penyebaran demam secara terus-menerus dengan wilayah ibu kota sebagai pusat wabah menunjukkan bahwa ada titik rentan dalam sistem pencegahan epidemi yang telah dibuat negara itu.

Kim mengatakan mengisolasi dan merawat secara aktif orang-orang yang demam merupakan prioritas utama. Ia juga menyerukan metode dan taktik perawatan ilmiah “dengan tempo kilat” dan memperkuat langkah-langkah untuk memasok obat-obatan.

Baca juga:  Jadi Pembicara Konferensi Dharma Dhamma di India, Wagub Cok Ace Kenalkan Sad Kerthi

Dalam laporan lain, KCNA mengatakan otoritas kesehatan berusaha mengatur sistem pengujian dan perawatan serta meningkatkan upaya desinfeksi. Penyebaran virus yang cepat menyoroti potensi krisis besar di negara yang kekurangan sumber daya medis itu. Korut menolak bantuan internasional untuk vaksinasi dan telah menutup perbatasannya.

Kalangan analis mengatakan wabah COVID-19 tahun ini dapat memperburuk krisis pangan serta di negara yang terisolasi itu. Lockdown, kata mereka, akan menghambat perjuangan keras melawan kekeringan dan mobilisasi tenaga kerja di negara itu.

Baca juga:  Pandemi, Keuangan Berhasil Akselerasi Transformasi Digital

Korut, yang telah menolak pasokan vaksin dari program berbagi vaksin global COVAX dan China, mungkin membuat sebagian besar orang dalam masyarakat yang relatif muda berisiko lebih tinggi terinfeksi.

Calon menteri unifikasi dari Korea Selatan yang bertanggung jawab atas hubungan antar-Korea Kwon Young-se menyatakan bersedia mendorong bantuan kemanusiaan untuk Korut, termasuk perawatan COVID, mengirim persediaan jarum suntik dan peralatan medis lainnya.

Sementara itu, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan AS tidak berencana mengirim vaksin ke Korut tetapi mendukung upaya internasional untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang rentan di sana. AS mendesak Pyongyang untuk memfasilitasi upaya itu. (kmb/balipost)

BAGIKAN