Dewa Made Indra. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat stunting yang cukup tinggi. Di 2021, Indonesia mencatat angka stunting sebesar 24,4 persen.

Untuk 2024, Presiden Joko Widodo menentukan prevalensi stunting harus turun menjadi 14 persen. Sementara di Bali, targetnya di 2024 bisa berada di bawah 7 persen, tepatnya 6,15 persen.

Prevalensi stunting Bali pada 2021 mencapai 10,9 persen. “Ini bukan persoalan angka, tetapi lebih kepada kita menjamin kualitas generasi pemuda Bali ke depan. Karena harapan kita untuk mewujudkan generasi yang sehat dan cerdas di Bali, angka stunting 6,15% ini masih cukup tinggi,” tandas Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra saat Mengukuhkan Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kamis (28/4).

Baca juga:  Akhir Desember 2023, Bandara Ngurah Rai Berlakukan Autogate Pemeriksaan Imigrasi

Meskipun tingkat prevalensi stunting di Bali berada di bawah nasional, bukan berarti tidak kerja keras untuk menurunkan. Terpenting adalah memahami penyebab stunting dan apa akibatnya. Baik bagi anak itu sendiri dan juga bagi keluarganya.

Sehingga pemahaman asupan gizi yang benar dan sesuai kebutuhannya itu adalah pengetahuan yang harusnya diketahui oleh perempuan. Apalagi, Lanjut Dewa Indra, Badan Kesehatan Dunia mencatat bahwa sekitar 20 persen kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.

Baca juga:  Percepat Penurunan Stunting, Komunikasi Publik Dilakukan Secara Strategis

Hal ini disebabkan oleh kurang pahamnya ibu-ibu hamil tentang pentingnya asupan gizi selama hamil. Selain itu, penyebab stunting juga bisa terjadi karena nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit dan tidak berkualitas.

Upaya menekan atau menurunkan prevalansi stunting ini dimulai dari hulu, yakni dari pranikah. Tidak hanya edukasi tetapi juga pelayanan di puskesmas dan posyandu karena ada vitamin.

Sebab, belum tentu atau tidak sepenuhnya stunting disebabkan karena faktor kemiskinan atau tingkat ekonomi, karena ini soal edukasi. Bisa saja seorang yang secara ekonomi adalah orang yang tidak mampu namun dia benar memberikan gizi untuk janin yang ada dalam kandungannya, bayi yang akan dilahirkannya juga akan tumbuh menjadi sehat dan cerdas.

Baca juga:  FKIK Unwar Gelar "WICOS 2022"

“Gizi itu tidak serta merta datangnya dari jenis makanan yang mahal. Bisa saja dengan mengkonsumsi makanan yang sehat berupa sayur-mayur, buah yang dipetik di ladangnya,” pungkas Dewa Indra. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *