Kopi Kintamani. (BP/Dokumen)

BANGLI, BALIPOST.com – Produksi kopi arabika di Kabupaten Bangli mengalami penurunan. Penurunan produksi terjadi karena banyak tanaman kopi milik petani yang diremajakan.

Berdasarkan data Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli penurunan produksi kopi terjadi 2021. Selama 2020 produksi kopi di Kabupaten Bangli tercatat sebanyak  2.192,24 ton. Kemudian di 2021, produksi kopi hanya 2.116,22 ton. Turun sekitar 76 ton lebih.

Kepala Dinas PKP Kabupaten Bangli Made Alit Parwata, Selasa (26/4) mengatakan faktor yang menyebabkan turunnya produksi kopi di 2021 karena banyak petani yang meremajakan tanaman kopinya. Tanaman kopi yang sudah tua diganti dengan tanaman baru.

Kegiatan peremajaan tanaman kopi banyak dilakukan tahun 2020. Pada tahun itu, ada program peremajaan tanaman kopi seluas 200 hektare. Dengan anggaran APBN pemerintah memberikan bantuan bibit pohon kopi kepada petani sebanyak 200.000 pohon untuk 20 subak di Kintamani. “Karena itu produksi di tahun 2021 tidak sebagus tahun sebelumnya. Tanaman kopi petani yang baru ditanam belum menghasilkan,”kata Alit Parwata.

Baca juga:  Dua Desa Ini Terisolir, Akses Darat Tertutup Material Longsor

Biasanya tanaman kopi membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun untuk bisa berbuah sejak mulai ditanam. “Jadi masih nunggu 1-2 tahun lagi,” ujarnya.

Dalam upaya meningkatkan produksi kopi di Bangli, Alit Parwata mengatakan pihaknya selama ini lebih banyak melakukan edukasi ke petani. Melalui petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL), Dinas PKP mengarahkan agar petani terutama di Kintamani memaksimalkan lahannya dengan melakukan pola tumpang sari.

Baca juga:  Sempat Ditarik, Kini DLH Bangli Kembali Letakkan Bak Sampah di Sejumlah Lokasi

Petani diarahkan mengisi sela-sela tanaman jeruknya dengan kopi. “Sehingga di samping menghasilkan jeruk, juga menghasilkan kopi. Dengan adanya tanaman itu, mereka juga otomatis memelihara lahannya. Tidak lagi khusus menyemprot rumput dengan zat kimia karena itu bisa merusak struktur tanah,” jelasnya.

Pihaknya juga memberikan pembinaan ke petani kopi agar dalam melakukan panen benar-benar memilih biji kopi yang sudah matang dan berwarna merah. Karena hal itu mempengaruhi kualitas.

Untuk mendukung produksi kopi di Bangli, Pejabat asal Desa Abuan, Susut itu juga mengungkapkan pihaknya telah memohon ke Pemerintah Provinsi Bali agar kebun induk milik Pemprov yang ada di wilayah Kembangsari, Kintamni bisa dikelola kabupaten. Alit menyebut kebun induk yang dimaksud ada di dua lokasi. Hanya saja mengenai berapa luasnya, ia tidak tahu secara pasti. “Atau kalau dari pemerintah provinsinya mau menanami kopi di sana juga bisa. Sehingga nanti hasil produksinya bisa dibawa ke pabrik kopi milik Pemkab yang ada di Mengani,” imbuhnya.

Baca juga:  Isi Kekosongan, 15 Jabatan Eselon II Ini Dilelang Pemkab Bangli

Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya saat ini petani kopi di Kintamani mulai memasuki awal musim panen. Menurut beberapa petani, harga kopi gelondong merah di awal musim panen tahun ini cukup bagus. Berkisar Rp 11-12 ribu per kilogram. Naik dibandingkan musim panen sebelumnya.

Bahkan petani menyebut harga saat ini tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor penyebab naiknya harga kopi saat ini, karena produksi kopi di petani menurun. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN