Bendesa Adat Bandung, Dewa Putu Anom. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Belanda sempat menjajah Indonesia termasuk Bali. Penjajahan Belanda meninggalkan sejumlah pembangunan, misalnya jembatan dan bendungan seperti bendungan yang kini diwariskan Desa Adat Bandung, Gianyar.

Bahkan asal usul Desa Adat Bandung itu konon berasal dari bendungan peninggalan penjajahan
Belanda kemudian lama kelamaan berubah menjadi
Bandung. Bendungan yang dibuat konsep Belanda
dengan tenaga dari Gianyar itu untuk mengairi sejumlah subak di Kecamatan Blahbatuh seperti Subak Tegallinggah, Subak Margesengkala, Subak Buruan dan sejumlah Subak di Kecamatan Blahbatuh.

Bahkan kini bendungan peninggalan Belanda itu masih dipertahankan dan dipelihara dengan baik serta digunakan untuk objek wisata air terjun.

Sejak tahun 2018, anak muda Desa Adat Bandung yang banyak terjun di bidang pariwisata menggarap air terjun yang dikenal Bandung Water Fall Bali ini sebagai tempat wisata. Bahkan tempat wisata ini sudah sempat mendatangkan dolar.

Baca juga:  Setahun Pemerintahan Bupati Mahayastra, Gianyar Raih IPKM Tertinggi Kab/Kota se-Indonesia

Bendesa Desa Adat Bandung, Dewa Putu Anom didampingi Kelian Adat Banjar Bandung, Dewa Ketut Merta mengatakan Desa Adat Bandung hanya memiliki potensi air terjun buatan zaman Belanda
yang tidak kalah pentingnya. Berkat ide anak muda yang terjun di pariwisata kemudian menggarap air terjun dengan lebar sekitar 25 meter ketinggian 30 meter itu sebagai tempat objek wisata atau tempat
kunjungan wisatawan.

Tempat ini kemudian dipromosikan. Sehingga kunjungan wisatawan, baik domestik dan mancanegara mulai ramai. Selain tempatnya
sangat indah dengan bebatuan yang asri dan alami juga ada tempat berenang.

Untuk mengelola objek wisata ini, sedikitnya 20 orang
tenaga kerja asal Desa setempat mulai dipekerjakan di tempat ini sehingga ada lowongan serta menyerap tenaga kerja. Bahkan hasil retribusi dari tempat objek wisata Bandung Water Fall Bali ini mulai dirasakan
warga.

Baca juga:  Desa Adat Denpasar Bersinergi Putus Penyebaran COVID-19

Salah satu biaya atau punia karya di Pura Kahyangan Tiga tahun 2020 juga dari retribusi objek wisata ini selain dari iuran warga, Punia dan hasil laba pura berupa sawah dan hasil tegalan. Namun karena COVID-19 mewabah sehingga kunjungan wisatawan mulai menurun, kemudian tempat wisata ini ditutup hingga kini.

Tempat objek wisata tersebut sekarang tidak terurus dan nampak kotor banyak sampah dedaunan. “Dulu saat masih ramai kunjungan wisatawan ke sini, tempat ini sangat bersih karena ada petugas kebersihan bertugas tiap saat. Namun karena tidak
ada kunjungan tenaga kebersihan diliburkan,” kata Bendesa Adat Bandung.

Dikatakan, bila situasi normal kembali, kunjungan wisata kembali ada tempat wisata ini akan kembali dibersihkan dan dirawat. Hasil pantauan di lapangan objek Bandung Water Fall Bali ini sangat indah dan
asri.

Baca juga:  Desa Adat Tusan Gelar Pengukuhan Prawartaka Karya Agung

Selain akses jalan sangat mudah dan dekat ditempuh
dari jalan raya. Bendungan peninggalan zaman Belanda masih nampak kokoh. Di sekitar lokasi bendungan masih nampak asri, pepohonan masih
alami, tebing dan bebatuan masih kelihatan alami.

Dewa Anom menambahkan dalam situasi Covid-19 sekarang ini dirinya tetap membangun salah satunya membangun balai kulkul yang merupakan bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 150 juta. Dulu Desa Adat
Bandung tidak memiliki balai kulkul yang representatif.

Di mana dulu hanya satu tiang beton diisi atap seperti bentuk payung. Namun sekarang desa adat sudah memiliki bangunan bale kulkul bahkan berada di atas lantai 2.

Desa Adat Bandung belum lama ini juga membangun
wantilan Pura Kahyangan Tiga. Wantilan Pura Kahyangan Tiga sebagai kegiatan adat. (kmb/balipost)

BAGIKAN