Para pasien dirawat di pusat karantina COVID-19 di Navi Mumbai, India, Selasa (11/1/2022). (BP/Ant)

NEW DELHI, BALIPOST.com – Angka kematian akibat COVID-19 di India menembus angka 500.000 pada Jumat (4/2). Banyak ahli kesehatan mengatakan, angka itu sebenarnya telah tercapai tahun lalu namun dikaburkan oleh survei yang tidak akurat.

Kematian tidak tercatat di pedalaman, daerah tempat jutaan orang masih rentan terkena COVID-19. India, negara dengan jumlah kematian COVID-19 tertinggi keempat di dunia, pada Juli tahun lalu mencatat 400.000 kematian dalam gelombang wabah varian Delta yang mematikan, menurut data pemerintah.

Sejumlah ahli percaya angka sebenarnya jauh lebih tinggi. “Studi kami yang diterbitkan dalam jurnal Science memperkirakan 3 juta kematian akibat COVID di India hingga pertengahan 2021, dengan menggunakan tiga basis data yang berbeda,” kata Chinmay Tumbe, asisten profesor di Institut Manajemen India Ahmedabad, yang ikut menulis penelitian tersebut, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (4/2).

Baca juga:  Empat Pasar Wisman Bali Turun, Hanya Negara Ini yang Meningkat

Bulan lalu, pemerintah India menolak hasil penelitian itu sebagai informasi yang tidak berdasar. Mereka mengatakan sistem pelaporan kelahiran dan kematian di India sangat kuat. Negara-negara bagian India mencatat kematian COVID-19 setelah mengumpulkan data dari distrik-distrik mereka.

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah negara bagian telah memperbarui data kematian, beberapa di antaranya mendapat tekanan dari pengadilan tinggi setempat. Dalam banyak kasus, pihak berwenang mengatakan ada penyimpangan data karena keterlambatan input dan kesalahan administrasi lainnya.

India saat ini berada di tengah gelombang ketiga COVID yang didominasi varian Omicron, yang menurut sejumlah ahli terkemuka sudah ditularkan secara lokal meski pejabat federal mengatakan sebagian besar kasusnya ringan.

Pemerintah pada Januari melonggarkan aturan pengujian. Saat itu, negara-negara bagian diminta untuk mencabut aturan wajib tes bagi orang-orang yang kontak dekat dengan kasus terkonfirmasi COVID, kecuali mereka sudah tua atau memiliki gangguan kesehatan lain.

Baca juga:  Hingga Maret, Penumpang Bandara Ngurah Rai Naik 7 Persen

Namun meski jumlah tes berkurang, pemerintah mengeluarkan revisi surat edaran revisi yang menyatakan bahwa mereka akan melewati penyebaran virus. Karena banyak orang yang terinfeksi mengambil pilihan untuk tidak melakukan tes, jumlah total infeksi kemungkinan tidak mencerminkan peningkatan kasus sebenarnya, kata Gautam Menon, profesor fisika dan biologi di Universitas Ashoka.

Menurut data resmi, total kasus infeksi COVID-19 di India telah mencapai 41,95 juta, tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Jumlah kematian kumulatif di India yang mencapai 500.055 jiwa pada Jumat mencakup 1.072 kematian yang dilaporkan dalam 24 jam terakhir, kata kementerian kesehatan federal.

Dari angka harian tersebut, 335 kematian dilaporkan dari Negara Bagian Kerala yang selama berminggu-minggu memperbarui data dengan angka kematian dari tahun lalu.

Baca juga:  Vietjet Pastikan Pramugari Tujuan Jakarta Tak Berbikini

Kerala, yang berpenduduk kurang dari tiga persen dari populasi India yang mencapai 1,35 miliar jiwa, menyumbang hampir 11 persen dari total kematian nasional.

Di Gujarat, negara bagian asal Perdana Menteri Narendra Modi, pihak berwenang telah menerima lebih dari 100.000 klaim kompensasi kematian akibat COVID-19, yang 87.000 di antaranya telah disetujui, kata seorang pejabat senior pemerintah.

Jumlah klaim sebanyak itu hampir sepuluh kali lipat dari angka kematian resmi 10.545 orang di negara bagian tersebut, menurut data pemerintah. “Belum ada laporan tentang data kematian COVID-19 yang lebih sedikit. Kebijakan pembayaran kompensasi sangat liberal sesuai arahan Mahkamah Agung, itulah sebabnya jumlah pemohon lebih banyak daripada angka kematian COVID-19,” kata pejabat itu. (kmb/balipost)

BAGIKAN