Wayan Mustika memperlihatkan piagam Bali Brand yang diterimanya. (BP/Kamaratih)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Belakangan ini banyak masyarakat membuka usaha dengan menu andalan mie goreng karena mulai digemari oleh masyarakat. Di Kabupaten Karangasem misalnya, I Wayan Mustika asal Banjar Pengawan, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, merintisnya sejak 2015.

Warung makan dengan nama Mie Bujuh di Jalur 11, tepatnya di Kelurahan Padangkerta, ramai dikunjungi pelanggan. Dominan generasi muda yang doyan makanan kekinian.

Mustika, mengungkapkan dirinya mulai merintis usaha ini pada 2015. Awalnya ia memulai membuka usaha mie di wilayah Jalan Gatot Subroto Timur, Denpasar. “Ide membuka usaha mie bujuh ini, karena istri bekerja di restoran,” ucapnya.

Ia sendiri tak punya basic memasak karena berkecimpung di bidang travel pariwisata. Seiring berjalannya waktu, ia mulai belajar meracik bumbu. “Jadi, awalnya saya membuka usaha secara umum. Setelah Mie Bujuh mulai populer dan booming, akhirnya memberanikan diri mendalami usaha ini sampai sekarang,” katanya.

Baca juga:  Mobil "Pemedek" Terbalik, Enam Anak SD dan Belasan Penumpang Alami Luka-luka

Menurutnya, setelah berjalan sekitar dua tahun, tepatnya pada 2017, ia membuka usaha di Jalur 11. Kehadiran warung makannya mulai disambut baik oleh konsumen di Karangasem. Di 2018, ia kembali membuka cabang di Kabupaten Klungkung, tepatnya di sebelah barat SMAN 1 Semarapura.

“Untuk menu yang disiapkan tidak hanya Mie Bujuh saja, tapi ada menu lainnya, seperrti nasi goreng, ayam bakar, dan menu yang lainnya. Khusus untuk Mie Bujuh saya menyiapkan level pedas dari 0 sampai level 55. Dari level yang disiapkan, paling banyak dipesan level 0 sampai 15. Level 55 ada, tapi jarang karena cabainya 55 buah,” jelasnya.

 

Baca juga:  "Yande Batok" Olah Seluruh Potensi Buah Kelapa

Dia menjelaskan, dirinya memilih nama Mie Bujuh karena suatu alasan. Yakni, ketika orang kepedasan saat makan, maka bibir akan kebas dan membengkak. Dalam Bahasa Bali disebut bujuh. Ia pun akhirnya memilih nama itu sebagai nama usahanya.

“Untuk bahan baku mie, saya mencari ke teman yang ada di Denpasar. Saya cari mie dua hari sekali, karena tidak ingin menyetok mie lama-lama. Karena kualitas dan rasanya akan berubah kalau terlalu lama di simpan,” jelasnya.

Usahanya mulai buka pukul 11.00 sampai pukul 21.00 WITA. Mie yang dijualnya memiliki cita rasa khas karena bumbunya diracik sendiri. Pihaknya tetap mengutamakan kualitas dan pelayanan kepada pengunjung. “Kualitas dan pelayanan menjadi yang paling utama. Kalau sudah kualitas bagus dan pelayanan baik, maka pengunjung akan terus berdatangan,” terangnya.

Baca juga:  Seperempat Abad Melayani, Swalayan Ayu Nadi Tetap Bertahan di Masa Pandemi

Disinggung apakah pandemi COVID-19 mempengaruhi usahanya, Mustika mengaku sangat berpengaruh. Pasalnya, saat awal penyebaran COVID-19, usahanya sempat tutup selama dua bulan. “Setelah itu, saya kembali membuka usaha ini. Dari sisi pengunjung mengalami penurunan beberapa persen dibandingkan sebelum pandemi. Tapi, sekarang perlahan pengunjung mulai ramai lagi,” paparnya.

Ia mengucapkan banyak terima kasih kepada Bali Post dan Bali TV atas anugerah Bali Brand yang diberikan kepada usahanya ini. Ia berharap penghargaan ini bisa dijadikan pemacu semangat mengembangkan usahanya dan semakin eksis di masyarakat. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *