Luhut B. Pandjaitan. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, Senin (20/12), mengatakan makin banyak negara yang sudah melaporkan temuan kasus Omicron. Tercatat sudah 90 negara, termasuk Indonesia, yang melaporkan kasus varian baru COVID-19 ini.

Respons penanganan dikatakan Luhut, dalam keterangan virtual yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, masih cukup bagus. Ia pun menyampaikan pemerintah akan menambah daftar negara yang dilarang masuk untuk mencegah meluasnya penyebaran Omicron.

“Saat ini terdapat 11 negara yang dilarang kedatangannya di Indonesia bagi WNA. Sedangkan WNI dari 11 negara itu harus menjalani karantina 14 hari,” ungkapnya, usai rapat mingguan evaluasi PPKM.

Baca juga:  Kembangkan Pariwisata Modern di NTT, Menkominfo Beber Percepatan Infrakstruktur Digital

Sebelas negara yang warganya dilarang masuk ke Indonesia itu adalah Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Mozambique, Malawi, Zambia, Zimbabwe, Angola, Namibia, dan Hong Kong

Mengikuti perkembangan yang terjadi, imbuh Luhut, Indonesia akan menambahkan negara yang dilarang masuk. Ada tiga negara yang ditambahkan dalam daftar itu, yakni United Kingdom, Norwegia, dan Denmark.

Ia menyebut Pemerintah juga menghapus Hong Kong dari daftar negara yang dilarang itu. “Ini terus kita monitor. Jadi saya kira tiap minggu kita akan lihat kalau nanti ada banyak negara yang menyebar makin parah, ya kita juga akan menyesuaikan,” ujarnya.

Baca juga:  Tak Cuma Sumber Nafkah, AgenBRILink Ini Bahagia Sediakan Layanan Keuangan Pelaku UMK

Dikatakan Luhut yang merupakan Koordinator PPKM Jawa-Bali ini, masih banyak yang belum diketahui soal varian Omicron. “Penelitian ada yang menunjukkan penyebaran varian ini lebih cepat meski kemungkinan lebih ringan, tapi risiko perawatan rumah sakit sebagaimana terjadi di UK, itu juga sangat berbahaya,” sebutnya.

Berita baiknya, lanjut Luhut, kematian karena varian Omicron masih rendah. Tapi, Amerika Serikat menyebut belum boleh mengenyampingkan risiko itu karena bisa tinggi. “Dengarkan saja penjelasan resmi dari pemerintah. Jangan sampai menimbulkan kepanikan. Tidak ada yang perlu dibuat panik karena semua kesiapan kita jauh lebih bagus dari bulan Mei, Juni, Juli, tahun ini,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)

Baca juga:  Dua Hari, Bali Nihil Tambah Pasien Sembuh
BAGIKAN