I Gde Made Sadguna. (BP/Istimewa)

Oleh I Gde Made Sadguna, S.E. MBA.DBA

Pada hari Rabu, tanggal 20 Oktober 2021, bertempat di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, telah diluncurkan Buku Ekonomi Kerthi Bali yang disusun oleh Gubernur Bali, Dr. Ir, Wayan Koster, M.M. Acara peluncuran buku yang dihadiri pula oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa itu merupakan titik awal dari langkah strategis untuk membangun perekonomian Bali secara holistik, sistematis dan terencana berlandaskan pada potensi dan nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Peluncuran buku tersebut uga mengisyaratkan diakhirinya pembangunan ekonomi Bali yang bertumpu hanya pada satu sektor unggulan yaitu sektor pariwisata yang telah mengakibatkan ekonomi
Bali menjadi sangat labil yang berakibat buruk terhadap kinerja perekonomian dan kehidupan masyarakat Bali. Kerawanan dan kelemahan pembangunan ekonomi yang mengandalkan hanya pada satu sektor unggulan tersebut telah dibuktikan dengan sangat jelas oleh dampak dari berbagai peristiwa alam maupun non alam yang telah menimpa Bali dalam dua dekade belakangan ini yang mengakibatkan jatuh bangunnya perekonomian Bali secara signifikan.

Peristiwa seperti virus SARS, flu burung, rabies, bom Bali 1 dan 2, letusan gunung agung dan terakhir
pandemi Covid-19 yang saat ini masih berlangsung telah mengakibatkan anjloknya pertumbuhan ekonomi Bali yang diikuti oleh peningkatan pengangguran dan kemiskinan yang signifikan.

Baca juga:  Meritokrasi dan Kelangkaan Pengawas Sekolah

Gubernur Bali Wayan Koster memahami permasalahan ini dengan sangat baik dan merumuskan solusi yang tepat untuk memperkuat
struktur dan fundamental ekonomi agar ke depan masyarakat Bali dapat tetap survive dengan atau tanpa pariwisata dan mampu tetap melakukan kegiatan ekonomi yang produktif baik dalam
keadaan normal maupun dalam keadaan krisis.

Pembangunan Ekonomi Kerthi Bali (istilah yang diciptakan oleh Gubernur Bali Wayan Koster sendiri) yang berbasis pada potensi dan kekuatan alam Bali, manusia Bali dan budaya Bali diprioritaskan pada 6 bidang prioritas yaitu bidang pertanian dalam arti luas, kelautan/perikanan, industri, IKM-UMKM-Koperasi, ekonomi kreatif dan digital, dan pariwisata.

Penguatan yang dilakukan terhadap keenam bidang prioritas ini diharapkan akan mengubah struktur dan
fundamental ekonomi Bali sehingga ekonomi Bali ke
depan akan lebih terdiversifikasi secara berimbang dan lebih kokoh serta lebih stabil dalam menghadapi berbagai perubahan dan goncangan eksternal.

Pemikiran seperti ini sebenarnya sejalan dengan
pemikiran Simon Kuznets (1966) yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth) tidak akan terjadi tanpa perubahan struktural (structural
changes).

Pemikiran tentang strategi pembagunan ekonomi yang berbasis pada potensi lokal juga sejalan dengan pemikiran ahli-ahli ekonomi pembangunan generasi ketiga seperti pemenang Nobel Joseph Stiglitz, Dani Rodrik, Ace Moglu dan Justin Yifu Lin yang kini menjadi mainstream ilmu pembangunan ekonomi. Bahkan pemikiran Justin Yifu Lin, mantan Chief Economist World Bank yang merupakan salah satu arsitek pembanguan ekonomi Tiongkok, telah terbukti menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang fenomenal yang membawa Tiongkok menjadi negara maju dan superpower yang dalam beberapa hal bahkan telah melampaui Amerika dan Jepang.

Baca juga:  Gubernur Pastika Ingatkan Masyarakat Waspadai Investasi Bodong

Kalau dicermati dengan baik maka strategi pembangunan Ekonomi Kerthi Bali yang berbasis pada konsep alam Bali, manusia Bali dan budaya Bali, bila dilengkapi dengan penerapan teknologi, inovasi dan tatakelola kelembagaan yang baik, sebenarnya jauh lebih luas dari pada konsep kelompok ahli pembangunan ekonomi generasi ketiga yang hanya berfokus kepada economic endowment dan efektifitas kelembagaan.

Namun demikian, menurut hemat saya, dalam mengimplementasikan strategi pembangunan Ekonomi Kerthi Bali, perlu diadopsi metodologi yang digunakan oleh Justin Jifu Lin dalam mentransformasi struktur ekonomi (structural economic transformation) dan mengoptimalkan daya saing dengan cara merancang struktur ekonomi yang konsisten dengan struktur kandungan potensi ekonomi (economic endowment). Hanya saja dalam konteks Bali maka cakupan endowment tersebut harus diperluas sehingga menjadi alam Bali, manusia Bali dan budaya Bali.

Baca juga:  Inovasi dan Kelembagaan Teknologi Perdesaan

Lebih jauh, bila faktor perekonomian desa adat dijadikan bagian integral dari strategi pembangunan Ekonomi Kerthi Bali maka pemikiran Raghuram Rajan yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul “The Third Pillar” (2019) akan menemukan lahan subur di Bali karena desa adat (communal collectivism) adalah identik dan bahkan lebih luas maknanya dengan nomenklatur “community” yang digunakan oleh Raghuram Rajan.

Bila konsep-konsep ini dilaksanakan melalui pendekatan Penta Helix (kolaborasi sinergis antara pemerintah, swasta, perguruan tinggi, media dan masyarakat) secara konsisten maka dapat dikarapkan dampaknya terhadap kinerja pembangunan ekonomi Bali akan sangat signifikan.

Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa konsep strategi pembangunan Ekonomi Kerthi Bali sebagaimana dituangkan dalam buku yang baru diluncurkan itu mempunyai landasan teoritis maupun praktis yang kuat sehingga bila dilaksanakan melaui program-program yang tepat dalam masing-masing dari keenam bidang prioritas di atas serta dilaksanakan dengan leadership yang kuat dan birokrasi yang kompeten serta dilaksanakan dalam kerangka partisipasi dan kolaborasi Penta Helix yang efektif, maka dapat diharapkan akan terjadi perubahan besar dalam profil dan kinerja perekonomian Bali ke depan. Sehingga visi untuk mewujudkan masyarakat Bali yang sejahtera dan bahagia dapat segera tercapai secara bertahap. Om Tat Sat!

BAGIKAN