dr. Yahya Sp.P. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gejala Long COVID-19 menjadi isu yang ramai dibicarakan hingga saat ini. Ini merupakan sakit berkepanjangan yang diderita oleh penyintas meski telah dinyatakan hasil COVID-19 nya negatif.

Secara umum, COVID-19 sembuh antara 2 hingga 6 minggu. Akan tetapi, untuk beberapa orang, beberapa gejala dirasakan setelah beberapa minggu dinyatakan pulih. Penderita long COVID-19 tidak akan menularkan gejala yang sama atau COVID-19 kepada mereka yang berada di sekitarnya.

Menurut Komisaris Besar Polisi & Dokter Spesialis Paru Kepala Bagian Pembinaan Fungsi RS Bhayangkara TK I R. Said Sukanto, dr. Yahya Sp.P, data secara riil terkait penyintas yang menderita Long COVID-19 belum banyak. Namun, pada riset Fakultas Kedokteran UI disebutkan gejala yang dirasakan setelah 4 minggu, dari mulai gejala timbul hingga dinyatakan negatif, disebut Long COVID-19.

Baca juga:  Pasien Negatif GGAPA Mengarah ke Covid-19 Berkepanjangan

Dari hasil riset itu, lanjutnya, ada yang merasakan gejala sisa hingga satu bulan sebanyak 53,7 persen, gejala sisa terasa dari 1-6 bulan sebanyak 43,6 persen, dan lebih dari 6 bulan sebanyak 2,7 persen. “Gejalanya sangat bervariatif, mulai dari kelemahan umum, sesak, nyeri sendi, anosmia, batuk, sampai diare dan nyeri-nyeri otot,” jelasnya Dialog Produktif Kabar Kamis: Long Covid: Kenali dan Waspadai, disiarkan kanal YouTube FMB9ID_ IKP, dipantau dari Denpasar, Kamis (3/6).

Dijelaskan, untuk penderita long COVID-19 ini, dari hasil riset kebanyakan yang memiliki komorbid dan lansia. Sedangkan dari jenis kelaminnya, kebanyakan diderita oleh laki-laki, karena salah satu yang menjadi faktor utama adalah kebiasaan merokok sehingga memperberat gejala COVID-19 ini.

Baca juga:  BWF Beri Sanksi Berat ke 8 Pemain Bulu Tangkis Indonesia

Ia mensinyalir Long COVID-19 ini disebabkan penyintas yang sudah memiliki komorbid atau menderita gangguan mental. Disebutkannya, aspek kesehatan jiwa merupakan salah satu hal yang penting. “Mungkin dia baperan, gampang depresi, gampang nervous. Itu menjadi salah satu faktor timbulnya prolong COVID ini,” urainya.

Dokter Yahya mengatakan sebenarnya pasca-COVID-19, penderita bisa beraktivitas normal. Kondisi ini tergantung kesehatan fisik penderita sebelum terkena COVID-19. Namun, ia mengatakan ada persyaratan yang harus dipenuhi agar penyintas bisa pulih sepenuhnya dari COVID-19. Yaitu pascarawat inap, sekitar 2 minggu harus digunakan untuk betul-betul beristirahat, olahraga ringan, kemudian gizi dan asupan vitamin harus selalu dijaga.

Selain itu, sebagai tindakan preventif agar penyintas tidak menderita Long COVID-19, jika memang dinyatakan positif COVID-19 dan diharuskan dirawat maupun isolasi mandiri harus benar-benar menjalankannya. Jika ada gejala, disarankan segera kontrol ke dokter. “Salah satu kelemahan di kita adalah begitu merasa nyaman sedikit, langsung dia minta pulang kalau dirawat. Kalau isolasi mandiri, langsung mengabaikan itu. Sebab, kalau orang kena COVID, bukan berarti tidak bisa kena COVID lagi, masih bisa. Gejala prolong COVID juga harus diperhatikan,” sarannya.

Baca juga:  Ranperda Penyelenggaraan Kesehatan Diminta Akomodir Masyarakat Bali di Kepulauan

Ia pun mengatakan sejumlah hal-hal yang diwaspadai dari timbulnya gejala long COVID-19 ini, yakni tidak mau makan dan tidur. Sehingga, dalam perawatan COVID-19 ini, seluruh dokter spesialis, termasuk ahli gizi dan kesehatan jiwa, dilibatkan sehingga penanganan gejala awal tidak sampai menimbulkan long COVID-19. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *