Umat Hindu saat mempersiapkan sarana upacara di sekitar Catus Pata Klungkung. (BP/Gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Kabupaten Klungkung selalu menggelar upacara Tawur Agung Kesanga, sehari menjelang Nyepi. Upacara yadnya ini sebagai cara umat Hindu untuk mengharmonisasi buta dari sembilan arah mata angin pada satu titik utama yang disebut Catus Pata.

Tradisi umat Hindu ini juga dijelaskan dalam beberapa susastra yang selama ini mendukung pelaksanaannya di Bali. Salah satu panitia upacara Tawur Agung Kesanga, Dewa Soma, Kamis (11/3) mengatakan, tiga susastra yang mendukung adanya pelaksanaan Tawur Kesanga di Catus Pata, seperti Susastra Sundarigama.

Di dalamnya, menurutnya tegas dijelaskan bahwa setiap Tilem Kesanga, harus melaksanakan Bhuta Yadnya di Catus Pata. “Ate ring tileming cetra, Ketika Tilem Kesanga, wenang kawiakene Buta Yadnya ring Catus Pata ning desa. Jadi semua menggunakan tempat Catus Pata, baik Catus Pata provinsi, kabupaten, kecamatan hingga di desa dan banjar,” katanya.

Baca juga:  Melasti Tahun Baru Caka 1942, Denpasar akan Lakukan Ini

Selain Susastra Sundarigama, juga Susastra Astabumi. Ini kaitannya dengan sistem tata ruang, dimana Catus Pata itu dianggap memiliki pertemuan akasa dan pertiwi, serta pertemuan empat arah mata angin. Jadi, konsepnya untuk keseimbangan dan keharmonisan.

Ketiga, termasuk dalam Susastra Tutur Kanda Pat, juga semua sudah terurai, tentang penggunaan Catus Pata. Bagaimana nanti “saudara-sauadara” umat Hindu nanti menuju Catus Pata untuk kembali. Ada yang awalnya malinggih di perempatan, di sungai, di jurang dan lainnya. Jadi, ketika pelaksanaan Tawur Agung Kesanga, nanti mereka akan terproses di Catus Pata sebagai lokasi sentral upacara yadnya ini.

Baca juga:  Kisah Pilu Balita Padmini, Alami Bocor Jantung dan Ayah ODGJ

Pada zaman kerajaan, dimana Klungkung sebagai pusat kerajaan di Bali, Catus Pata Klungkung dianggap sebagai titik nolnya Bali. Dewa Soma menambahkan, dalam purwa dresta atau dresta lawas, ketika Klungkung dibangun kerajaannya pada 1686, Klungkung sudah berperan sebagai pusat kerajaan di Bali. Sehingga, menurutnya dulu Ida Dalem di Klungkunglah yang mekandelin di Pura Agung Besakih sebagai hulunya Bali.

Ritus ini nampak masih terlihat sampai sekarang. Sampai saat ini masih ada kaitannya, dimana Ida Dalem yang sekarang, ketika di Pura Agung Besakih ada ritual besar, selalu menghadirkan Ida Dalem sebagai pengrajeg karya.

Baca juga:  Desa Adat Banjarangkan Gelar Tradisi "Mececingak"

Dari sanalah antara huluning Bali yakni Besakih Tohlangkir, Pusat Kerajaan di Klungkung dengan Pasukan Bala Samar di Nusa Penida, diperankan sebagai poros segitiga, yang digunakan untuk memproteksi Taksu Bali. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *