Komang Warsa. (BP/Istimewa)

Oleh I Komang Warsa

Hampir setahun pandemi C 19 melanda Indonesia sehingga membuat dunia pendidikan di negeri seribu pulau mengalami krisis pembelajaran. Pandemi ini menjadikan jagat pendidikan harus mencari format baru dalam menjalankan proses pembelajaran.

Mengingat pembelajaran tidak boleh berhenti karena pandemi jika proses pembelajaran berhenti berarti negara sudah mengalami krisis intelektual. Mediamorfosis adalah transformasi media komunikasi yang disebabkan hubungan timbal balik yang rumit antara berbagai kebutuhan yang dirasakan berupa tekanan persaingan, politik serta berbagai inovasi dan teknologi.

Transformasi pembelajaran berbasis digital dengan sistem konektivitas di tengah pandemi memberikan warna baru bagi guru dan siswa. Pelaku pendidikan harus menerima serta menyiapkan diri sebagai penanda mediamorfosis ketiga dalam konteks pembelajaran. Pembelajaran daring yang belum dipersiapkan secara matang jelas akan berdampak terhadap metode pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik.

Pandemi ini yang mewajibkan pendidik dan peserta didik harus siap di era mediamorfosis ketiga. Terutama orang tua yang putra-putrinya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Oleh karena itu gegar teknologi akan menjadi masalah di kalangan sang guru rupaka (orang tua siswa). Rencana pemerintah pada Januari 2021 membuka Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah, ternyata tingkat keterjangkitan pandemi C 19 terus meningkat dan sekonyong-konyong pemerintah membatalkan sementara belajar PTM dan pemerintah menyarankan tetap Belajar di rumah (BDR). Dunia pendidikan dan guru mengalami sebuah anomali dalam menjalankan tugas selaku pendidik.

Masa pandemi menyadarkan guru, siswa dan termasuk orang tua siswa bahwa sekolah serta kehadiran guru sangat bermakna. Menyadari betapa bermaknanya jempol bapak/ibu guru, betapa bertaksunya kehadiran raga seorang guru di kelas. Seperti halnya cerita Ekalawya dalam konteks berguru, selalu membutuhkan kehadiran guru sekalipun lewat patung guru Drona.

Baca juga:  UN, Uji Nalar Tinggi Siswa

Kehadiran guru sangat dirasakan oleh seorang anak didik ketika belajar. Bagi anak SD belajar bersemuka merupakan energi tubuh yang berbicara antara siswa dengan guru yang tidak bisa dihampakan begitu saja atau semata-mata peran guru bisa digantikan dengan teknologi. Belajar di mana dan kapan saja dan dengan siapa saja adalah cara memeroleh pengetahuan tetapi belajar dengan guru di sekolah bagian dari cara memanusiakan manusia menjadi manusia yang manusiawi.

Guru tidak boleh fobia atau alergi dengan teknologi akan tetapi jangan mencari pembenar menghampakan karakter karena kemajuan teknologi. Betapa susahnya orang tua dalam membelajarkan dan mendidik putra-putri mereka di rumah terutama anak-anak setingkat Sekolah Dasar. Guru dan sisiwa melek teknologi sebuah keharusan di era industri 4.0 tetapi karakter tetap terjaga sebagai sebuah peradaban pendidikan Indonesia.

Pandemi C.19 ini juga memaksa periode yang singkat dan cepat seperti media, regulasi pemerintahan, marketing ekonomi dan termasuk dunia pendidikan pun siap menerima apa yang disebut mediamorfosis ketiga. Agen perubahan teknologi yang kuat dan mendapat pengaruh besar terhadap individu, masyarakat, pendidikan dan budaya sebagai bentuk fenomena mediamorfosis ketiga.

Jarak, waktu dan realitas kehidupan telah berubah secara radikal oleh bentuk-bentuk media baru yang muncul begitu cepat. Apakah guru harus menjauh, berlari, atau tetap selalu mengeluh tentulah tidak. Semua tantangan harus diterima secara selektif dan harmoni dengan teknologi melalui pendidikan yang beradaptasi.

Baca juga:  Arsitektur Tradisional dan Gempa Cianjur

Mediamorfosis merupakan sebuah perubahan media komunikasi belajar dari rumah atau di mana saja yang berperan sebagai sistem adaptasi komunikasi belajar sebagai kebutuhan pembelajaran dari rumah. Mediamorfosis seakan melahirkan kebebasan komunikasi belajar tanpa batas sekat sosial antara guru dengan siswa.

Hal ini tidak boleh dibiarkan liar begitu saja agar marwah peradaban pendidikan tidak hampa etika dan nilai. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran teknologi digital berbasis online bisa menjauhkan jarak hubungan komunikasi belajar antara guru dan siswa. Jika ini tidak diformat pembelajaran secara manusiawi akan melemahkan konsep pendidikan yang mengatur norma, etika dan karakter siswa.

Kebebasan semacam ini bukan mendekatkan peran komunikasi malah melahirkan persoalan etika, norma, karakter terlebih lagi kesantunan berbahasa sebagai kejahatan berbahasa sebagai peranti komunikasi belajar. Apakah mediamorfosis ketiga dalam pembelajaran akan bernasib sama dengan komunikasi digital secara umum seperti dunia maya yang sering saling hujat dan membully.

Tentu harapan komunikasi pembelajaran digital di era mediamorfosis ketiga tidak mengharapkan seperti kasus-kasus di media sosial lainnya. Jawabannya semua bergantung pola pendekatan guru dalam membelajarkan peserta didik dengan pembelajaran digital di era mediamorfosis ketiga. Dunia pendidikan harus siap menerima era digital.

Baca juga:  Bupati Gede Dana Tinjau Pelaksanaan PTM Hari Pertama

Guru, siswa, dan tenaga kependidikan mesti menyambut era ini dengan mengisi kemapuan teknologi apalagi di masa pandemi C. 19. Elemen pemangku dan pelaku pendidikan harus bisa membingkai teknologi dengan karakter. Era kebebasan informasi tidak selamanya melahirkan perilaku kesantunan berbahasa dalam belajar. Begitu juga pembelajaran digital tidak selamanya melahirkan kreatif produktif justru melahirkan perilaku tanpa kontrol yang bisa menumbangkan pilar-pilar karakter tanpa disadari.

Pembelajaran di era mediamorfosis ketiga diharapkan jangan sampai melupakan norma, etika dan karakter mendidik. Teknologi harus diharmoniskan saat pembelajaran karena teknologi ibarat sebilah pisau jika tidak diajarkan menggunakan secara benar akan bisa salah kebermanfaatan. Hidup harus berdampingan dengan senjata tetapi senjata harus dipergunakan secara tepat.

Teknologi juga harus digunakan dan difungsikan tepat sasaran agar jangan teknologi melukai etika dan karakter anak bangsa. Belajar tidak boleh ada kekosongan etika dan norma karena itu merupakan hakikat dari proses pendidikan. Belajar boleh di mana dan kapan saja tetapi setiap belajar etika, norma itu harus terselip baik eksplisit maupun implisit.

Tantangan bagi guru pada era mediamorfosis ketiga harus mampu mengikuti napas zaman digital jangan sampai gegar teknologi. Guru harus bisa memformat metode pembelajaran yang bisa memasukkan karakter kepada siswa sekalipun belajar lewat daring. Guru harus memunyai keinginan yang kuat dan tulus untuk selalu mengisi kemampuan diri.

Penulis Guru SMAN 1 Rendang dan penerima Anugrah Tokoh Kebahasaan tahun 2018

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *