Sugi Lanus. (BP/Istimewa)

Oleh Sugi Lanus

Prasasti Blanjong adalah salah satu sumber informasi terpenting dalam menulis sejarah Bali. Prasasti peninggalan Sri Kesari Warmadewa ini masuk kelompok prasasti tertua di Bali, dengan hari dan tahun ‘saptāmyāṁ sita’ Phalguna 835 Śaka atau sama dengan 4 Februari 914 Masehi — telah dihitung secara ilmiah oleh Louis-Charles Damais (1959) dalam “Ouvrages d’Études Indonésiennes“, Bulletin d’École française d’Extrême-Orient, 49, 2, pp. 685-686.

Prasasti berbentuk pilar (stambha), yang pondasinya ditemukan 170 cm di bawah permukaan tanah, telah beberapa dekade menjadi “nol kilometer” penulisan sejarah Bali — ratusan buku dan ribu artikel ilmiah merujuk Prasasti Blanjong sebagai salah satu titik pijak tradisi tulis di Bali.

Sekalipun terdapat prasasti lain berangka tahun sedikit lebih tua, tetapi tidak mengandung informasi dinasti sebagaimana Prasasti Blanjong. Prasasti Blanjong bisa dikatakan mewakili prasasti-prasasti dari generasi awal keberaksaraan di Bali. Sebuah bukti setidaknya 1107 tahun lalu — 4 Pebruari 914 Masehi — masyarakat Bali telah melek aksara dan menulis sejarah.

Prasasti Blanjong menjadi sangat monumental karena dari sini kita mendapat informasi bahwa Sri Kesari-warmadewa adalah “peletak dasar” sebuah dinasti penata kelola pulau Bali. Menurut Ida Putu Maron, dalam tulisannya “Poera Besakih dengan toeroetannja” yang dimuat dalam Bhawanagara, diterbitkan Gedong Kirtya tahun 1931 (proefnummer: 20-24), menyebutkan Śri Kesari terkait dengan pendirian Besakih — ini merujuk prasasti tinulad yang tersimpan di griyanya.

Informasi ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat di Besakih bahwa Mrajan Selonding yang terletak di kawasan Besakih adalah mrajan (kuil suci keluarga) Sri Kesari. Kawasan Besakih secara turun-temurun diceritakan sebagai kawasan pusat mandala dinasti Kesari Warmadewa dan penerusnya.

Sri Kesari sebagai pemula sebuah dinasti meletakkan “pondasi spiritual” dan “pusat kosmologi batiniah” pulau Bali di titik Besakih, dimana dimulakan sebuah peradaban dan tatanan masyarakat berabad, beragama, dan beraksara. Prasasti Blanjong dan beberapa prasasti lainnya yang dikeluarkan Sri Kesari menjadi tonggak-tonggak sejarah bagaimana Besakih dibangun di atas tradisi aksara.

Baca juga:  Tumpek Landep ”Idep-Adep-Idup”

Prasasti Blanjong adalah monumen peringatan berbentuk pilar (stambha). Berbeda dengan prasasti lain yang ditulis sebagai piagam yang biasanya secara khusus ditujukan pada desa atau wilayah tertentu, biasanya ditulis di atas tembaga dan disimpan tertutup.

Prasasti Blanjong sebagai monumen mengunakan 2 aksara dan 2 bahasa, sebuah gambaran istimewa sebagai jejak keberaksaraan dan kebahasaan yang tidak tunggal, terbuka dilihat sebagai monumen sebuah “peradaban terbuka” dan bertumbuh dalam pergaulan multikultur.

Pendiri Besakih dan Penulis Prasasti Blanjong

Prasasti-prasasti peninggalan Sri Kesari tidak berdiri sendiri tapi punya relasi kuat dengan Besakih sebagai poros spiritual Bali. Para pendiri sebuah dinasti Hindu-Buddha selalu mengukuhkan dinastinya dengan membangun sebuah pusat spiritual atau poros mandala, dari titik itu dibangun, dipimpin dan diorkestrasi secara lahir batin peradaban yang dipimpinnya.

Dinasti Medang Kemulan di Jawa bagian tengah menetapkan kawasan Prambanan sebagai poros mandala spiritual dan kekuasaannya yang bercorak Siwaistik. Di sisi baratnya, yang bercorak Buddha Mahayana, mandalanya adalah Borobudur. Dinasti Jayavarman, pendiri dinasti Khmer, sekitar abad 9, dengan mengikuti prinsip pendirian dinasti Śiwa—Buddha Mahayana, mendirikan kawasan Angkor Wat yang termasyur.

Sri Kesari-warmadewa, yang punya nama keluarga “Warma” — juga menjadi nama keluarga dinasti Mula-warma(n) di Kalimantan bagian timur dan Purna-warma(n) di Jawa bagian barat — kesemuannya menjadi pendiri dinasti yang punya peradaban aksara dengan induk-asal aksara yang sama. Demikianlah, Sri Kesari membangun poros mandalanya di pedalaman Pulau Dewata. Poros mandala ini sampai sekarang menjadi “Ibu dari Pura-pura” di Pulau Bali, yang dikenal dengan nama Pura Besakih.

Prasasti Blanjong dan Besakih tidak bisa kita pisahkan dalam melihat sejarah “pemberadaban” Bali. Jika dicermati Prasasti Blanjong secara lebih utuh dalam konteks prasasti lainnya dan Pura Besakih, Sri Kesari-warmadewa terlihat secara sistematis berkesadaran penuh mendirikan pilar “deklarasi keberaksaraan” di kawasan yang kini dikenal sebagai kawasan Sanur.

Baca juga:  Prospek Bedah Plastik Rekontruksi

Pendiri dinasti Warmadewa ini telah berjasa menancapkan “monumen peradaban aksara”. Besakih adalah poros pedalaman mandala pulau Bali. Prasasti Blanjong yang terletak di pesisir, yang menjadi pintu keluar pulau, dengan keberaksaraan dan bahasa yang jamak, seakan menjadi tepian dan gerbang mandala yang terbuka dengan pergaulan dunia luar. Segara-gunung: Beradab mendalam di pedalaman (Besakih), berkebudayaan terbuka di pesisir (Blanjong).

Dua Sisi Prasasti

Marilah kita membaca Prasasti Blanjong yang punya 2 sisi ini dengan lebih seksama:

Sisi A (berbahasa Bali Kuno, beraksara Pre-Nagari): (1) śāke ‘bde śara wahnimūrtigaṇite māse tathā phalguṇe (sārā)… (2) … (rā)… (taki) naswa(kṣā)… rādhāyajihitwārowinihatyawairini…ḥ… .ng(s) – (3) … (hī) – (ja)awampurang singhadwāla pure(nika)–i… ya… ta… ṭ… (4) … // (śa)… wulan phalguṇa… śrī Kesarī… (5) raḥ di gurun di s(u)wal dahumalahang musuḥdho… ngka… (rana)… (tah)di kutarā… (6) nnata… (tabhāja) …kabudhi kabudhi //

Sisi B (berbahasa Sansekerta, beraksara Bali Kuno/Kawi): (1) swa… raṭapratāpamahi… (h) …ścodayaḥ / dhwastārāti tamaścayo (buga)na (2) … samārggaranggapriyaḥ /padmobo—i… (āṣa)serawirabūdhā(ś)ā… naḥkṛtiḥ wālidwīpa… (3) … (bhayebhīrowi (bhe)ri… na(bhū)pa(śa) (śi)nā(r)ā(g)atwa… (4 — 7). (illegible) (8) …(śa).. (maśangśuta)…. (9). … (śepra)yātandiśārssyannantāriṣr—u, … (10) … // (wija)yarka(ṇḍantaraṇḍ)antā(pe) kabhājobḥrśam// yanā—e … (11) …nbhidyā(ṣaṭa)langwidhāyunggurubhiḥsarrundhyaśatrūnyu(dh)i … (12) maha … ha(dw)iparāgrewairimahibhujā(ng) ṣṛjutaraḥkamp … (13) …ndre(th)a—r—(amajasa)ptā … ptiḥsamastasāmantādhipatiḥśrīkesarīwarmma(dewa) …, …

Tidak semua aksara terbaca jelas karena sebagian aus termakan usia. Di bawah ini terjemahan ringkas yang memberikan gambaran dan tonggak penulisan sejarah Bali, sebagai berikut:

Sisi A (berbahasa Bali Kuna dengan huruf Pre-Nagari ): “Pada tahun 833 śaka bulan phalguṇa, seorang raja yang mempunyai kekuasaan di seluruh penjuru dunia beristana di singasana Singhadwala, bernama Śri Kesari telah mengalahkan musuh-musuhnya (dahumalahang musuḥdho) di Gurun dan di S(-)wal. Inilah yang harus diketahui sampai dikemudian hari.”

Sisi B (berbahasa Sansekerta, beraksara Bali Kuno/Kawi): Pada bagian awal (diperkirakan) berisi hal yang sama dengan yang tertulis pada sisi A prasasti. Pada bagian akhir sisi B ini lebih jelas terbaca gelar raja ‘ptiḥsamastasāmantādhipatiḥśrīkesarīwarmma(dewa)’ yaitu ‘Ādhi Patiḥ Śrī Kesarī Warmma(Dewa)’ “telah mengalahkan musuh-musuhnya dan menguasai seluruh wālidwīpa (pulau Bali)”.

Kalau diperhatikan kata ptiḥsamastasāmantādhipatiḥśrīkesarīwarmma, di dalamnya mengandung pesan atau deklarasi “kesemestaan tata kelola” menyeluruh Bali. Artinya, seribu seratus tahun lalu Pulau Bali telah dipahami sebagai sebuah kesatuan ekosistem dan dipandang perlu untuk dikelola secara holistik.

Baca juga:  Stratifikasi Sosial Merambah Dunia Akademik

Deklarasi Berpaham Global

Prasasti Blanjong, dengan pemakaian bahasa dan aksara yang jamak, internasional (Sansekerta), sekaligus lokal (Kawi dan Bali), menjadi sebuah pertanda bagaimana pendiri dinasti ini berpaham “glocal” (global—local), global dan berkearifan lokal. Prasasti yang berdiri di tepian pelabuhan Sanur kuno ini adalah tonggak penting bahwa Bali merupakan bagian dari “Sanskrit cosmopolis” — meminjam istilah Sheldon I. Pollock, pakar termasyur Sanskrit dan sejarah literasi dunia. Pilar prasasti Blanjong menjadi bukti bahwa Bali di era itu adalah bagian dari pergaulan internasional.

Dinasti Sri Kesari Warmadewa adalah bagian dari dinamika perkembangan sosio-politik Asia di abad 9-10 yang diwarnai kemunculan beberapa dinasti di Asia Tenggara, yang diantaranya memakai nama “warma” di belakangnya.

Dengan selintas pemaparan di atas, khususnya dengan kesadaran menangkap pesan publik dari Sri Kesari Warmadewa, yang secara visioner menancapkan “monumen peradaban aksara” yang menjadi pijakan kesadaran beraksara Bali sekarang, tidak berlebihan sekiranya masyarakat dan pemeritah Bali membuat peringatan khusus pada tanggal pendirian Prasasti Blanjong. Dengan mempertimbangkan ketokohan Sri Kesari Warmadewa sebagai penulis prasasti, pendiri dinasti, dan tokoh besar di balik pendirian mandala spiritual Besakih, maka tanggal penulisan Prasasti Blanjong yaitu 4 Februari sepatutnya dipertimbangkan untuk dirayakan sebagai tanggal HARI AKSARA BALI.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *