Baliho perarem milik Desa Adat Wongaya Gede, Penebel, dirusak. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Kasus perusakan baliho perarem desa adat terjadi di Desa Adat Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan, Jumat (24/7). Lokasi baliho berada di perbatasan Desa Wongaya Gede dengan Desa Batukambing.

Salah satu baliho berisi larangan memasuki areal perkebunan lengkap dengan pemberlakuan sanksinya dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab. Geram akan perbuatan pelaku, pihak desa adat pun memutuskan untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian, untuk bisa ditindaklanjuti.

Bendesa Adat Wongaya Gede, I Ketut Sucipto menjelaskan, kasus perusakan ini pertama kali diketahui oleh pecalang yang tengah bertugas. Belum diketahui pasti kapan baliho tersebut dirusak, karena pada Kamis (23/7) sore masih dilihat utuh.

Baca juga:  Presiden Apresiasi Persidangan Elektronik Ditengah Pandemi Covid-19
Baliho perarem milik Desa Adat Wongaya Gede, Penebel saat masih utuh. (BP/Istimewa)

Diduga perusakan dilakukan dini hari, berdasarkan informasi pada Jumat pukul 01.00 WITA, terlihat satu unit sepeda motor terpakir di depan rumah dekat dengan lokasi kejadian. Meski demikian, pihaknya tidak mau berprasangka, apakah pelaku berasal dari warga desa setempat atau warga di luar desa. Ia pun menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada pihak kepolisian.

Terkait pelaporan kasus perusakan baliho perarem adat tersebut, dikatakannya untuk efek jera bagi pelaku, juga untuk menegaskan bahwa lembaga adat yang diakui oleh negara, diperbolehkan memberikan larangan demi menjaga stabilitas keamanan desa setempat. Apalagi, lanjut, Sucipto, baliho perarem adat tersebut memang dipasang untuk menjaga stabilitas keamanan di Desa Wongaya Gede di tengah masa pandemi COVID-19 yang dikhawatirkan muncul adanya kriminalitas.

Baca juga:  Belasan Baliho Penanganan COVID-19 di Sukawati Juga Dirusak

“Sengaja kami pasang baliho perarem desa adat di sejumlah jalan persubakan dan areal buntu, agar mereka yang hendak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan setelah membaca isi perarem tersebut mengurungkan niatnya. Karena banyak laporan masuk ke kami sebelumnya banyak hasil tegalan krama hilang,” terangnya.

Setidaknya ada tujuh baliho perarem adat berisi pemberitahuan yang dipasang bertuliskan “Pemberitahuan, bagi yang bukan krama Desa Adat Wongaya Gede dilarang masuk areal perkebunan/di setiap kebun milik krama desa adat Wongaya Gede. Jika terbukti melanggar akan dikenakan sanksi Rp 500.000.” Baliho ini telah dipasang oleh pihak desa adat setempat semasa COVID-19 mengantisipasi aksi kriminal yang bisa saja muncul di tengah dampak ekonomi yang ada.

Baca juga:  Polri Selesaikan Belasan Ribu Perkara Melalui Keadilan Restoratif

“Sebagai bendesa adat saya tidak punya tegalan, tetapi menjadi kewajiban saya sebagai pemimpin desa adat untuk bisa melindungi, mengayomi, dan melakukan tindakan untuk itu kami pasang baliho perarem desa adat semasa COVID-19,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *