KOPI - Seorang petani tengah merawat tanaman kopinya di Kiadan, Petang, Badung. Produk kopi di Badung Utara mulai banyak diminati masyarakat dan wisatawan, bahkan bijih kopi di wilayah Petang ini telah dieksport ke beberapa negara. (foto/eka adhiyasa)

DENPASAR, BALIOST.com – Pandemi Covid-19 bukan tidak mungkin mengubah minat masyarakat minum kopi dari specialty ke commercial grade kopi. Karena daya beli masyarakat yang menurun yang otomatis membuat produsen dan distributor mengurangi penyerapan komoditi kopi. Lambat laun kondisi ini pun akan merugikan petani. Demikian diungkapkan Komang Sukarsana, petani kopi asal Kintamani, Jumat (22/5).

Kopi yang diproduksi di Bali tidak hanya menjadi kopi specialty yang diserap oleh kedai kopi, hotel, restaurant dan ekspor. Tapi kopi hasil produksi di Bali juga diserap oleh industri kopi besar yang membuat kopi instan.

Baca juga:  BKF, 3 Ribu Wisatawan Cina akan Kunjungi Kintamani

Kopi yang diserap oleh industri tersebut merupakan commercial grade kopi yang memiliki kualitas lebih rendah dari kopi specialty. Dari sisi harga pun 1:2 untuk kopi robusta dan 1:3 untuk jenis aeabica.

Sementara petani yang mengolah specialty kopi, harganya bisa mencapai tiga kali lipat dibandingkan mengolah kopi commercial grade. Ke depan, yang akan dirugikan adalah petani karena harga kopinya dihargai murah.

Kebutuhan kopi instan yang notabene adalah commercial grade kopi tersebut dikatan masih tetap berjalan. Orang minum kopi masih tetap berlanjut. Kebiasaan inilah yang diprediksi akan menggeser minat masyarakat minum kopi dari kualitas specialty ke commercial grade, karena kopi tersebut yang memungkinkan diserap saat situasi pandemi ini.

Baca juga:  Alami Deflasi Jelang KTT G20, Indikasi Belanja Barang untuk Persiapannya di Bali Minim

“Minat kopi specialty bakalan melemah karena daya beli menurun, sehingga ada kecenderungan orang ngopi dengan kopi instan atau commercial grade kopi. Ada pergeseran, sehingga yang punya potensi saat ini adalah kopi – kopi yang komersial grade,” ungkapnya.

Sementara diakui, serapan specialty kopi pada April di tempatnya mengalami penurunan 55 persen meskipun pada Januari, Februari, Maret serapannya masih normal.

Penjualan kopi specialty saat ini menurun. Bahkan kedai kopi yang biasa menyajikan kopi specialty saat ini hanya menghabiskan stok kopi yang ada karena berkurangnya permintaan. Hotel dan restaurant serta roastery di Jakarta, dikatakan juga banyak yang tutup sehingga permintaan turun drastis.

Baca juga:  Dugaan Keracunan saat Porcam, Hasil Sampel Negatif

Meski demikian harga kopi di Bali masih tetap sama dengan sebelum ada pandemi, yaitu untuk green bean harganya Rp 90.000 per kg di pasar domestik. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *