Suasana pengurusan administrasi kependudukan di Disdukcapil Karangasem. (BP/Dokumen)

Ketika zaman digital tiba dan mewarnai setiap derap langkah kehidupan, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, maka semuanya mesti ikut di dalamnya. Barangkali kita tidak larut karena kemampuan masing-masing berbeda, tetapi paling tidak, ada semacam pengakuan bahwa ikut di dalamnya merupakan suatu bukti bahwa kita sudah memasuki dan menjadi anggota yang sah di zaman digital.

Teknologi komunikasi salah satu contohnya. Bisa dilihat sampai tingkatan umur berapa orang masih dan mampu menggunakan telepon seluler secara aktif. Aktif dalam artian, mungkin tidak terlalu intens tetapi ada dan bisa dicatat frekuensi penggunaannya dalam strata umur yang bisa dihitung.

Baca juga:  Mengelola PSSI dengan Dedikasi

Jadi ketika zaman digital tiba, dan kemudian ada revolusi industri 4.0 maka tibalah saatnya kita masuk di dalamnya. Ini sebagai dasar dulu sebelum masuk ke dalam semua aktivitas dalam platform digital. Data sebagai salah satu kekuatan di era modern pun kini bisa dikumpulkan serta diakses dengan mudah.

Mulai data pribadi sampai data yang sifatnya sangat pribadi ataupun rahasia. E-KTP merupakan salah satu contoh di mana pemerintah mulai menggunakan perangkat digital dalam mendata kependudukan.

Dari data yang terkumpul ini, paling tidak mereka yang secara undang-undang sudah bisa memiliki KTP, sudah dapat dilihat pola serta bangunan penduduk Indonesia seperti apa. Analisis data oleh pakarnya, bisa digunakan sebagai bahan untuk kajian-kajian selanjutnya.

Baca juga:  Belasan Ribu Penduduk Bangli Belum Kantongi E-KTP

Kalau kemudian pemerintah akan melakukan sensus penduduk secara online pada 2020, maka tidak akan menjadi hal yang aneh atau luar biasa lagi. Kartu Keluarga, datanya sudah dikumpulkan secara digital ketika sensus online dan kemudian diikuti pula secara offline maka tidak ada masalah.

Hampir semua masyarakat, katakanlah kepala keluarga, sudah memegang telepon seluler. Tinggal sekarang dijelaskan tutorialnya seperti apa. Perlu ada simulasi atau bagaimana teknisnya.

Rancang sedemikian rupa sehingga tampilannya sangat sederhana dan tidak njelimet. Bukan tidak mungkin ini menjadi semacam hiburan atau paling tidak sebuah kewajiban seorang warga negara yang tidak membebani.

Baca juga:  Kembalikan Pantai di Bali sebagai Ruang Ritual Sakral

Apalagi kemudian, seperti contoh di Bali, koneksitas jaringan seluler tidak masalah. Blankspot sudah sangat jauh berkurang. Apalagi kemudian beberapa pemerintah daerah memasang spot wifi di beberapa desa. Jadi bukan hal yang terlalu sulit.

Tinggal sekarang sosialisasinya seperti apa. Sederhana tetapi mengena. Yang pasti kita harapkan setelah data didapat kita bijak mengelolanya. Data juga mestinya menjadi dasar utama mengambil kebijakan pembangunan ekonomi, sosial, keamanan, termasuk pemetaan kependudukan.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *