menulis
Siswa SD sedang belajar di kelas. (BP/dok)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Di tengah berbagai pro-kontra seputar pengangkatan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah pemerintah dalam hal ini Presiden menujukkan bahwa kompetensi lulusan dan kompetensi guru itu penting adanya sesuai dengan fokus Presiden Jokowi untuk meningkatan sumber daya manusia (SDM).

Era Nadiem tampaknya akan menjadi era ketika kompetensi menjadi penentu banyak hal, terutama peningkatan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan terus meningkat. Untuk itulah, Menteri Nadiem sebagai penentu dan aktor kunci dari peningkatan kualitas pendidikan yang harus dibenahi adalah peningkatan kompetensi guru.

Sebagai aktor kunci dari pendidikan, guru dituntut untuk terus berinovasi dan membina diri sehingga bisa meningkatkan keprofesionalannya. Untuk membuat guru menjadi berkualitas maka diperlukan juga pola pendidikan guru yang berkualitas pula. Jangan sampai nanti guru dicetak hanya asal-asalan tak pelak lulus sarjana sekadar lulus untuk mencari predikat akreditasi A, sehingga guru yang dihasilkan adalah guru-guru yang mudah menyerah dan bermental tempe. Untuk itulah perlu dilakukan pola pembinaan dan pelatihan guru yang baik sejak mereka menjadi mahasiswa calon guru.

Tugas dari guru merupakan amanah yang sangat mulia sekaligus yang tersulit. Pengembangan pembelajaran di kelas sampai sekarang ini masih berkutat pada tauran-aturan yang menjelimet tanpa memandang kepraktisan guru dalam membimbing siswa di kelas dalam mengajar. Bagaimana tidak, beban administrasi guru yang banyak menyebabkan tugas utama membimbing siswa di kelas menjadi sedikit terabaikan.

Guru yang kompeten diharapkan mampu membina peserta didiknya untuk terus-menerus meningkatkan akhlak mulia dan karakternya sejak dini. Fenomena lainnya yang mencengangkan adalah bagaimana guru dituntut untuk terus menilai siswa dengan angka dengan mengesampingkan karakter siswa.

Guru terus didesak oleh pemerintah mengenai pemahaman ujian yang baik karena didesak oleh berbagai pemangku kepentingan. Tekanan guru ini menyebabkan guru menjadi stres dan peserta didik pun harus morat-marit mencari les tambahan yang membutuhkan pengeluaran biaya yang tidak sedikit. Sehingga pengembangan pendidikan yang berorientasi nilai angka sejatinya harus mampu lebih dievaluasi kembali, sehingga kita tidak mudah terjebak oleh angka definitif belaka.

Baca juga:  Guru SMA Tertembak, Pelakunya Asal Jabar

Guru yang kompeten juga harus mampu mengajak siswa untuk belajar dengan dunia sekitarnya tanpa harus dibatasi dengan kurikulum yang padat, sehingga menutup pintu petualangan mereka. Pembelajaran oleh guru sekarang ini diharapkan dapat membuat siswa lebih memahami pembelajaran secara lebih kontekstual di lapangan. Tidak hanya berkutat dari teori-teori yang ada di buku teks.

Pengembangan ini pembelajaran yang kontekstual akan membawa siswa untuk belajar secara lebih nyata dalam berkarya dan berkolaborasi sehingga mereka diharapkan menjadi generasi yang benar-benar siap untuk berkompetisi di bidangnya jika mereka sudah menamatkan pendidikan. Selama ini, pembelajaran yang ada cenderung pada hafalan saja. Siapa siswa yang kuat menghafal, maka dialah yang dianggap pintar di kelasnya.

Guru yang kompetensi juga diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan yang berbeda dari peserta didik. Setiap peserta didik adalah pribadi yang unik. Tidak semua siswa sama dalam hal kebutuhan mereka untuk belajar.

Setiap siswa memiliki minat dan bakat tersendiri dalam kebutuhannya akan pengetahuan serta siswa memiliki potensi yang beragam untuk dikembangkan oleh guru. Namun sekarang ini, birokrasi seakan memasung mereka untuk belajar hal yang sama. Semuanya sama dan rata, sehingga pembelajaran akan menjadi membosankan bagi siswa yang memang memiliki minat yang berbeda.

Selama ini, untuk menumbuhkan semangat inovasi guru dalam pembelajaran hanya masih pada lomba-lomba. Selain itu inovasi guru seperti dipasung dalam rajutan aturan-aturan yang seragam sehingga guru seperti tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi. Padahal untuk membentuk kompetensi guru yang mumpuni, diperlukan inovasi-inovasi pembelajaran yang real di lapangan, sehingga tercipta pembelajaran yang aktif kreatif dan menyenangkan bagi siswa dan guru.

Baca juga:  Mengajegkan Peradaban Adat dan Budaya Bali

Lalu bagaimana dengan guru yang sudah mengajar di sekolah? Sebagai seorang pendidik maka sesuai dengan standar keprofesionalannya, guru yang berkualitas harus terus meng-update ilmunya secara berkala sehingga diharapkan nanti guru terus memiliki ilmu yang terkini.

Jadi, jangan sampai menjadi guru yang kudet atau guru kurang update yang hanya mengajarkan pembelajaran konvensional dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Eksistensi guru ini sering terjadi apabila guru tidak dimotivasi oleh teman sebaya, kepala sekolah, ataupun dukungan internal yang lain. Untuk membentuk hal tersebut maka dalam pola pelatihan guru yang berbasis zonasi pada tahun ini diharapkan guru tersebut berpartisipasi aktif untuk terus meng-update keprofesionalannya sehingga diharapkan nanti guru-guru tetap memiliki ilmu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan siswa.

Selanjutnya, guru juga harus memiliki teknik-teknik pengajaran yang baik ataupun dengan menggunakan model-model pembelajaran yang baik. Guru yang baik adalah guru yang mampu mengembangkan proses pembelajarannya dengan baik pula.

Tidak jarang guru sekarang ini dibebani dengan setumpuk administrasi yang dapat mengurangi kinerja guru di dalam kelas. Administrasi yang berlebihan ini merupakan beban tambahan yang harus ditanggung oleh guru dalam melaksanakan tugas kinerja di sekolah.

Administrasi ini tentu saja mengurangi jam pembelajaran untuk guru sehingga terkadang guru hanya berpusat pada administrasi dan tidak fokus untuk mengajar. Nah untuk itulah, pemerintah kita harapkan dapat memberikan suatu pengurangan atau keringanan bagi guru untuk membuat administrasi yang terlalu banyak. Sehingga guru terus fokus untuk meng-update ilmu dengan baik.

Baca juga:  Disdikpora Bentuk Relawan Mengajar

Untuk meingkatkan kualitas SDM yang mumpuni, diharapkan memiliki guru yang baik pula. Namun pada kenyataannya, perhatian pemerintah terhadap guru masih perlu ditingkatkan lagi. Guru sekarang ini masih dianggap sebagai anak tiri oleh pemerintah. Bukan sebagai profesi yang dianggap berarti. Indikator ini adalah adanya perbedaan tunjangan yang diberikan oleh guru, permasalahan guru honorer yan masih menjadi polemik di setiap ajang pemilihan umum, serta penyaluran tunjangan profesi guru yang masih tersendat-sendat ibarat air dalam keran yang masih tersumbat di mana-mana.

Revolusi pendidikan berupa perombakan kurikulum seyogianya dibarengi dengan berubahnya budaya mengajar guru. Budaya mengajar mencakup cara, teknik, metode, dan pendekatan guru dalam mengajar. Budaya mengajar guru perlu disinkronkan ke arah peningkatan kompetensi SDM siswa dengan memberi pembekalan dan pelatihan serta menyadarkan akan perubahan yang terbentang di depan mata.

Melatih guru agar bermental seperti pahlawan sekaligus dihargai sebagai pahlawan adalah penting. Mentalitas kepahlawanan dapat dibangun ketika guru menyadari bahwa zaman selalu berubah. Bangsa kita lahir karena ada perjuangan pahlawan masa lalu, generasi yang siap bersaing secara global di masa depan lahir dari jasa pahlawan pendidikan masa kini.

Guru merupakan agen perubahan. Untuk mengubah masa depan suatu bangsa harus dimulai dari perubahan guru, baik dalam mendidik maupun mengajar. Untuk mengubah guru menjadi lebih baik dalam mendidik dan megajar maka pola pikir guru juga harus terus berbenah. Sinergi pengambil kebijakan dan guru dalam membentuk peraturan tentag guru sangat diperlukan untuk menjamin guru-guru kita benar-benar bangga menjadi guru.

Penulis, Guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *