Anak-anak "Sarin Rare" melakukan ngelawang untuk mengumpulkan dana bagi korban bencana. (BP/dok)

Dalam dunia digital sekarang ini, seringkali proses sebagai orangtua itu ‘digantikan’ oleh perangkat digital. Kita kihat bagaimana anak-anak kita asyik dan tenggelam dalam dunianya sendiri manakala memegang HP atau perangkat digital lainnya.

Usia sebayanya juga tenang dan terasa adem ketika berada di depan layar TV. Mereka tidak rewel dan nampak betah berlama-lama, bahkan berjam-jam.

Mereka sering kali lupa bagaimana untuk keluar rumah. Bermain dalam konteks berinteraksi secara langsung dengan teman-temannya. Bersosialisasi dan melakukan hal-hal yang sifatnya kebersamaan. Semuanya tenggelam dalam rasa individu masing-masing.

Semuanya punya dunia. Kalaupun dunia mereka sama, mereka merasa tidak perlu kontak secara langsung. Cukup dengan teknologi.

Beginilah gambaran generasi milenial sekarang. Dan rata-rata keluhan orangtua itu sama. Tidak hanya orangtua, guru di sekolah pun dan semua pihak mengeluhkan kondisi seperti ini. Anak-anak menjadi malas bergerak, malas berinteraksi dan cenderung terelimasi dengan dunia sekitarnya. Ini tentu saja berbahaya bagi masa depan mereka sendiri. Mereka akan tumbuh dan berkembang cenderung menjadi sosok yang egois, tidak tahu dunia luar, kehilangan rasa emosi dan sebagainya.

Baca juga:  Marak, Siswa SMP Bawa Motor ke Sekolah

Lalu bagaimana caranya? Tentu susah- susah gampang. Artinya, lebih banyak susahnya ketimbang gampangnya. Cari inovasi agar mereka tertarik di rumah. Tertarik saja dulu sebelum mereka merasa benar-benar jatuh cinta.

Banyak variasi sebenarnya yang bisa diciptakan. Baik di sekolah maupun di rumah. Itu pun sangat tergantung dari daya inovasi kita dan seberapa jauh kita mau meluangkan waktu.

Di sekolah tentu kegiatan ekstrakurikuler sangat penting. Apakah itu kegiatan Pramuka, PMR, olahraga serta kesenian. Banyak lagi macam  kegiatan bisa dilakukan walaupun pada awalnya mungkin sangat susah.

Baca juga:  Berdamai dengan Kemajuan Medsos

Cobalah untuk menyelami dulu tingkah laku generasi milenial ini. Apa yang mereka perlukan. Apa yang sejatinya mereka inginkan. Mencabut secara total dari dunia gadget mereka tentu bukan langkah bijak. Kita tidak bisa menyetop kemajuan teknologi. Mengarahkan kata yang lebih tepat. Mengarahkan pun belum tentu mudah. Sangat sulit.

Menjejalinya dengan kegiatan sekolah tentu juga tidak baik. Kegiatan yang ringan itu seperti olahraga, berkesenian, dan lainnya merupakan langkah tepat. Mereka selama ini sudah sarat beban belajar. Sejumlah tugas sekolah dan pekerjaan rumah membuat mereka jenuh.

Baca juga:  Surabaya Berduka, Siswa Diliburkan Sehari

Aneka permainan yang melibatkan banyak orang serta interaksi langsung mungkin akan membuat mereka tertarik. Ini tugas orangtua serta guru. Tidak itu saja, semua komponen sebaiknya terlibat.

Pemerintah diharapkan juga memberi ruang gerak yang luas sehingga mereka bisa berkreativitas secara lega. Aneka lomba juga salah satu alternatif. Baik lomba kesenian serta olahraga.

Pihak ketiga dan kalangan swasta juga banyak kita lihat mulai terlibat dengan menggunakan dana CSR nya. Kalangan remaja serta asosiasi profesi semestinya lebih banyak turun tangan. Ini artinya apa? Semua pihak punya tanggung jawab meskipun dengan kadar berbeda.

Orangtua serta guru di sekolah tetap menjadi garda terdepan. Tetapi membebankan semua ini ke pundak mereka tentu tidak bisa. Harus dipikul bersama.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *