Suasana di sekitar Hotel Inna Bali Beach, satu-satunya hotel yang memiliki 10 lantai di Bali. (BP/Dokumen)

Soal ketinggian bangunan di Bali kembali jadi perdebatan. Pro-kontra ini menyusul diajukannya revisi Perda RTRW oleh Pemprov Bali. Namanya revisi tentu ada perubahan di sana-sini. Salah satunya adalah soal ketinggian bangunan. Rencana perubahan ini pun mematik reaksi.

Bupati Badung Giri Prasta secara tegas tidak setuju. Alasannya akan merubah wajah Bali. Kalau karena alasannya rumah sakit Sanglah tidak bisa dikembangkan lagi ke samping, ia pun memberikan solusi. Setiap kabupaten harus membangun rumah sakit yang hebat. Jadi penanganan pasien cukup di kabupaten, kecuali pasien yang sangat gawat baru dibawa ke Sanglah.

Demikian pula Wali Kota Denpasar Rai Mantra. Ia tidak setuju, karena Denpasar sudah sangat sesak. Kepadatannya sudah melampaui batas.

Apabila diberikan bangunan vertikal melebihi 15 meter, tentu akan makin banyak orang yang tinggal di Denpasar. Akibatnya, Kota Denpasar semakin sesak.

Solusi yang ditawarkan adalah menyebarkan pembangunan ke wilayah Bali yang lain. Jadi, apa yang sudah ada utamanya soal ketinggian bangunan masih perlu dipertahankan.

Baca juga:  Lapangan Renon Sudah Dibuka, Ini Alasan Denpasar Masih Tutup Fasilitas Publiknya

Lain halnya dengan Bupati Klungkung Suwirta. Ia setuju bangunan lebih tinggi dari 15 meter di tempat-tempat tertentu. Demikian pula Bupati Buleleng Agus Suradnyana juga setuju mengubah ketinggian bangunan utamanya terhadap fasilitas publik seperti rumah sakit dan sekolah. Keduanya beralasan mengurangi alih fungsi lahan.

Sementara kalangan agamawan dan orang-orang pariwisata juga menyatakan tak setuju. Alasanya, ketinggian bangunan melebihi 15 meter akan membuka pintu kehancuran buat Bali dan indikasi runtuhnya pondasi terakhir masyarakat menjaga Bali. Sebab wisatawan ke Bali untuk merasakan taksu Bali dari budayanya yang lestari.

Selain itu, jika terjadi kelonggaran untuk fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit, tidak menutup kemungkinan ke depan kelonggaran akan diberikan kepada hotel atau tempat hunian. Ketika itu alasannya juga sama, untuk menekan alih fungsi lahan. Seperti patok jalur hijau yang setiap saat bisa berubah.

Baca juga:  Mempersiapkan Generasi Emas Bali

Tergantung kepentingan pemilik modal. Oleh karena itu, kita mesti tetap mengacu pada Perda yang mensyaratkan ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Sebab ini salah satu yang bisa menjamin Bali bertahan seperti sekarang hingga 100 tahun lagi.

Untuk itu wacana ini mesti disikapi dan dikaji secara matang. Pijakannya, apakah kebijakan itu menguntungkan masyarakat Bali?

Ataukah kebijakan itu hanya sebagai jalan masuk bagi para investor yang ingin mengeruk keuntungan material sebesar-besarnya di Bali, dengan mengorbankan kepentingan masyarakat Bali yang lebih besar.

Sebab, Perda tentang ketinggian bangunan yang diberlakukan saat ini sejatinya telah memberikan nilai kearifan lokal yang mampu memberikan nilai lebih bagi kelestarian budaya Bali. Generasi pendahulu Bali yang memformulasikan kebijakan itu tentunya sudah memiliki pertimbangan yang sangat matang mengapa bangunan di Bali tidak boleh lebih tinggi dari 15 meter. Tentu dalam rangka memproteksi Bali.

Baca juga:  DPRD Badung Soal Revisi Ketinggian Bangunan, Jangan Sampai Bali Rusak Karena Kita

Untuk itu para pengambil keputusan di Bali sekarang, jangan berpikir pragmatis dan hanya berorientasi kepada kepentingan material. Keunggulan kultural yang digagas para panglingsir Bali jangan diubah dengan konsep yang tidak jelas. Terlebih apa yang diwariskan selama ini telah diakui mampu memikat hati para wisatawan.

Jangan sampai kita mengusung konsep pariwisata budaya hanya di mulut saja. Pola pengembangan pariwisata yang mengusung konsep pariwisata budaya tentu saja tidak akan nyambung jika mentoleransi pendirian bangunan yang menjulang tinggi yang justru merusak keindahan alam dan nilai religius Bali itu sendiri. Konsep yang diusulkan ini justru sangat potensial merugikan Bali dalam segala hal, termasuk melemahkan identitas Bali yang mengusung konsep Tri Hita Karana.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *