Suasana pembacaaan Deklarasi Samuan Tiga oleh Ketua MUDP Bali Jro Gde Suwena Putus Upadhesa, didampingi perwakilan komponen masyarakat di Wantilan Pura Damian Tiga, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh. (BP/nik)

GIANYAR, BALIPOST.com – Berbagai komponen krama Bali mengikuti Paruman Agung Krama Bali yang digelar Pemprov Bali di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Gianyar pada Rabu (12/12). Dalam pertemuan tersebut berbagai komponen hadir. Diantaranya, dari sulinggih, MUDP, PHDI, FKUB, akademisi, hingga budayawan mendukung materi rumusan revisi Ranperda Desa Adat. Mereka juga mendesak DPRD Provinsi Bali agar memprioritaskan pembahasan ranperda tentang desa adat tersebut.

Paruman ini diawali dengan penyampaian pokok-pokok materi Ranperda tersebut langsung oleh Gubernur Bali I Wayan Koster. Kesempatan itu, orang no 1 di Bali ini menjelaskan mengenai peran strategis Desa Adat dalam menjaga eksistensi adat istiadat dan berbagai kearifan lokal Bali.

Menurutnya desa adat sebagai lembaga permanen, secara historis, sosiologis, kultural sudah sangat kuat, namun harus diperkuat lagi dengan regulasi.

Dalam pemaparannya Koster juga membandingkan antara Perda Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Adat dengan Ranperda tersebut. Dimana pada Perda Nomor 3 Tahun 2001 hanya berisi 11 Bab dan 19 Pasal. Sementara dalam Ranperda baru ini, ada totalnya 18 Bab dan 99 Pasal. “Makanya di Ranperda baru ini, isinya jauh lebih banyak. Itu belum ayat-ayatnya,” imbuhnya,

Kesempatan itu Koster juga membeber garis besar isi setiap bab dihadapan para sulinggih, pemangku, tokoh adat, budayawan, ratusan bendesa, perbekel dan pimpinan daerah. Usai menjabarkan isi ranperda itu, Koster mengajak seluruh komponen memberikan masukan dengan berdiskusi.

Baca juga:  Desa Adat Banjarangkan Gelar Upacara “Nangluk Merana”

“Silakan diskusikan. Asalkan kompak. Jangan gara-gara usulan kecil kita bertengkar. Masalah nama, mau Desa Adat atau Pakraman. Diskusikan secara adat dan budaya. Karena saya butuh kekompakan, kegotongroyongan dan kebersaman. Mari akur, Sampunang ribut di media, datang dan temui saya. Supaya orang luar tak menyusup melalui keributan kecil di medsos,” pintanya.

Usai pemaparan itu, dilanjutkan dengan penyampaian tanggapan dari perwakilan sulinggih, Ketua FKUB Bali, Ketua PHDI Bali, Ketua MUDP Bali, perwakilan budayawan, dan akademisi.

Pada dasarnya mereka mendukung langkah Gubernur yang dengan cepat merumuskan Ranperda Desa Adat tersebut. Tanggapan itu juga mereka sampaikan melalui pembacaaan Deklarasi Samuan Tiga oleh Ketua MUDP Bali Jro Gde Suwena Putus Upadhesa, didampingi perwakilan komponen masyarakat.

Deklarasi itu menjabarkan tiga poin, yang intinya sepakat terhadap konsep, prinsip, dan substansi yang dituangkan dalam Ranperda tentang Desa Adat. Kemudian mengajak seluruh krama Bali bersama-sama berkomitmen penuh menyatukan pikiran, perkataan dan perbuatan, guna mendukung kebijakan yang ditempuh Pemprov Bali guna menguatkan dan memajukan desa adat. Terakhir isi deklarasi itu mendesak DPRD Bali untuk memprioritaskan pembahasan Ranperda tentang Desa Adat, serta sesegera mungkin mengesahkannya.

Ditemui usai kegiatan tersebut, Gubernur Bali I Wayan Koster menerangkan terkait perumusan revisi Ranperda Desa Adat yang dikerjakan dengan cepat. Hal itu tak lepas dari materi pokok dan poin-poin yang telah diatur dalam ranperda baru ini, telah ada dalam visi-misi saat Pilgub Bali.

Baca juga:  Gubernur Koster Gelar Persembahyangan Tumpek Wayang

“Sebelumnya ini sudah lengkah, sehingga begitu saya dilantik tinggal menguraikan dalam bentuk sistematika peraturan daerah. Kalau materi keseluruhannya, sudah dirancang di visi misi. Sehingga waktunya tidak lama,” ucapnya.

Gubernur Koster menegaskan, perumusan Ranperda tersebut sudah lengkap secara akademis, baik itu yuridis, historis, maupun sosiologis.

Ia pun memasang target awal 2019 Ranperda ini sudah selesai. Gubernur asal Buleleng ini berharap semua pemangku kepentingan setuju. Namun kapan akan mulai diberlakukan, tetap menunggu proses pengesahan revisi tersebut menjadi Perda. ” Menunggu disahkan dulu. Begitu disahkan, efektif. Saya harap Februari atau Maret sudah disahkan. Untuk anggaran Januari kan sudah ada anggaran,” terangnya.

Sementara itu Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta mengatakan, dalam materi Ranperda tersebut masih ada beberapa hal yang perlu didiskusikan ulang. Proses pun menunggu kapan Ranperda itu akan disampaikan Pemprov Bali ke dewan. “Intinya kalau nanti sudah disampaikan di DPRD, baru kita bahas,” ucapnya.

Disinggung apakah Ranperda ini bisa disahkan Februari? Politisi asal Kecamatan  Sukawati ini menegaskan pihaknya masih menunggu Ranperda disampaikan Pemprov ke DPRD Bali. “Kok harus selesai Februari. Kalau Januari baru disampaikan, kan Februari tak mungkin selesai. Ya kita lihat, kapan mau disampaikan. Tahapannya kan jelas, ” tegasnya.

Baca juga:  Dipukul Pendemo, AWK Lapor ke Polda

Kesempatan itu, Parta menyampaikan bahwa pada prinsipnya DPRD  mengapresiasi keinginan Gubernur Bali memperkuat Desa Adat. Namun menyangkut beberapa hal tetap harus diskusikan lagi di DPRD. Terkait tenggang waktu pengesahan itu. Politisi PDIP ini pun membandingkan dengan proses pembuatan Perda yang paling cepat yakni tiga bulan. Tapi dia berharap, semua proses bisa dipercepat. “Yang tercepat itu tiga bulan. Kalau nanti proses pandangan umum, pendapat ahli bisa dipercepat, artinya tahapan yang selama ini ada 3 bulan, tapi kalau tingkat urgensinya harus cepat, ya dipercepat,” jawabnya.

Ketua MUDP Bali Jro Gde Suwena Putus Upadhesa menyatakan bahwa Ranperda ini sudah menjadi penantian MUDP, bahkan revisi Perda Desa Adat sudah ia harapkan sejak 2004. Pria ini pun mengakuinya, dimana ketika Perda itu dibuat pertama 2001, kemudian MUDP terbentuk 2004, sudah banyak disusun program, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Namun semua keputusan itu tidak terakomodir. “Sudah sejak 2004 kami menantikan revisi Perda ini. Sekarang akhirnya bakal segera jadi,” katanya.

Mengenai rancangan yang disampaikan Gubernur Bali. Menurutnya sudah cukup lengkap, hanya penghalusan pada bahasa atau sebutan. ” Hanya sedikit penghalusan, sehingga benar-benar mencerminkan uger-uger atau aturan yang berlaku di Bali untuk menguatkan eksistensi desa adat dan termasuk juga menguatkan budaya kita di Bali,” tandasnya. (manik astajaya/balipost)

 

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *