TABANAN, BALIPOST.com – Sejak tahun 2009, Tabanan mendapatkan bantuan dari pemerintah Provinsi Bali berupa bantuan Simantri. Hingga 2018, total kelompok tani yang mendapatkan bantuan Simatri sebanyak 115 dengan total kurang lebih 2.300 ekor sapi.

Semua Simantri ini bergerak di bidang pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik. Sayangnya, penjualan pupuk organik tersebut sulit menembus pasar lokal.

Kelompok tani yang mengelola program simantri ini berharap agar regulasi penjualan pupuk organik di tingkat petani ini bisa dipermudah. Salah satu kelompok tani yang mendapatkan bantuan Simantri ada di Banjar Belah, Desa Luwus, Baturiti, Tabanan. Kelompok tani ini bernama Kelompok Pondok Sari dan mendapatkan program Simantri pada tahun 2016.

Baca juga:  Dipastikan Los Pasar Anyar Tidak Terdampak Kebakaran, Aktivitas Normal

Menurut bendahara Kelompok Tani Pondok Sari, Made Sunarda, Jumat (23/11), saat awal bantuan, kelompok taninya mendapatkan bantuan 21 ekor sapi. Setelah hampir dua tahun berjalan, dari 21 ekor sapi ini beranak sebanyak 18 ekor. Sebanyak 13 ekor sudah dijual dan dibagi keuntungannya kepada anggota.

Lanjut Sunarda, perbedaan kelompok tani Pondok Sari dengan kelompok tani lain yang mendapatkan bantuan Simantri ada dalam hal penjualan sapi. Pihaknya hanya mengambil Rp 300 ribu untuk kelompok dari hasil penjualan sapi. “Kelompok lain biasanya perbandingannya 1:2. Kalau kami hanya diambil Rp 300 ribu untuk kelompok. Langkah ini diambil untuk mensejahterakan anggota,” ujarnya.

Baca juga:  Idul Adha, LDII Bali Potong 101 Sapi dan 299 Kambing

Usaha lain yang dikembangkan kelompok tani Pondok Sari adalah produksi pupuk organik dari kotoran sapi serta biourine. Dari jumlah sapi yang dimiliki Simantri saat ini yaitu 25 ekor, rata-rata pupuk organik yang dihasilkan dari kotoran sapi sebanyak dua hingga tiga ton per bulan.

Pupuk organik ini dijual seharga Rp 25 ribu per sak isian 30 kilo. Pemasaran pupuk organik ini adalah toko-toko pertanian serta di agrowisata kopi luwak. Sementara untuk biourine bisa diproduksi sebanyak 1500 liter per bulan dan masih kebanyakan dipakai sendiri oleh kelompok.

Sunarda mengatakan dalam hal penjualan pupuk organik dari kotoran sapi ini, pihaknya sulit menembus pasar pertanian lokal dan harus bersaing dengan perusahaan skala besar. “Padahal kami ingin kelompok tani seperti kami bisa menyuplai kebutuhan pupuk organik di subak terdekat. Untuk kelompok kami, ada tiga subak yang terdekat,” ujarnya.

Baca juga:  Setelah Hapus Tes COVID-19 bagi WNA PPLN, Satgas Tiadakan Juga Ketentuan Ini

Sayangnya, untuk bisa menyuplai kebutuhan pupuk organik ke petani terutama pupuk organik bersubsidi dari pemerintah cukup sulit. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dimana untuk mengurus syarat ini butuh pendaaan yang tidak sedikit. “Kami kelompok tani dengan keuntungan tidak seberapa tentu sangat sulit memenuhi syarat-syarat ini. Diharapkan bisa difasilitasi pemerintah agar lebih diringankan syaratnya sehingga kamipun bisa bersaing dan menyuplai kebutuhan pupuk organi ke petani terdekat,” harapnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *