Petrus Golose (kanan) menjadi pembicara di keynote speaker 10th International Conference on Financial Crime and Terrorism Financing (IFCTF) digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (31/10). (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jaringan teroris di Indonesia terbagi dalam beberapa jaringan yang berafiliasi dengan ISIS maupun Al Qaeda. Masing-masing jaringan teror tersebut mempunyai perbedaan dalam pengumpulan dan penyaluran dana, baik untuk aksi teror yang dilakukan maupun pergerakan organisasi mereka.

Saat ini mereka diduga membuat badan atau lembaga pengumpulan dana dengan kedok aksi sosial dan kemanusiaan. Tapi aliran dananya untuk tindak pidana terorisme dan Polri sudah berhasil membongkar beberapa badan atau lembaga non profit pengumpul dana tersebut.

Hal tersebut disampaikan Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Hengky Widjaja, Jumat (2/11) mengutip paparan Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose, mewakili Kapolri Jenderal Prof. Muhammad Tito Karnavian, saat menjadi keynote speaker 10th International Conference on Financial Crime and Terrorism Financing (IFCTF) digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (31/10). “Kegiatan ini diselenggarakan oleh AIF (Asian Institute of Finance) bekerjasama dengan Bank Negara Malaysia,” ujarnya.

Baca juga:  Bubarkan Aksi Balap Liar di Kemuning, Joki dan Motor Diamankan

Pada kesempatan tersebut, Irjen Golose menjelaskan perkembangan tindak pidana terorisme di Indonesia. Selain itu, ia juga memberikan beberapa gambaran penting tentang jaringan dan pendanaan terorisme baik yang sudah dikerjakan maupun yang sedang dihadapi oleh Polri saat ini.

Tercatat dari awal tahun 2018 sampai dengan saat ini terjadi sebanyak 21 aksi teror, masing-masing aksi tersebut terdapat pola pendanaan yang berbeda.

Jenderal bintang dua di pundak ini mengungkapkan, dengan adanya fenomena ISIS saat ini, berdampak bagi pergerakan teroris di Indonesia, seperti munculnya Frustrated Travelers yaitu orang-orang yang tidak berhasil bergabung ke suriah karena terlebih dahulu dideportasi oleh negara transit. Selanjutnya Returnees atau Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang sudah kembali ke Indonesia dari negara konflik.

Unexpected actors, dimana satu keluarga menjadi pelaku pengeboman gereja di Surabaya, ini mungkin yang pertama di dunia. Tidak hanya fenomena perubahan pelaku teror, pola pendanaan terorisme pun juga berkembang. Para pelaku tindak pidana pendanaan terorisme selalu mencari celah agar aliran transaksi pendanaannya tidak mudah terlacak.

Baca juga:  Sudah 23 Hari Laporkan Kematian, Zona Merah Ini Sumbang Tambahan Korban Jiwa Terbanyak

Fintech seperti Paypall, Cryptocurrency dan Moneygram, dimanfaatkan mereka mengalirkan dana untuk aksi teror. “Oleh karena itu, Bapak Kapolda menegaskan bahwa perlunya monitoring badan atau lembaga pengumpulan dana baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar,” ungkap Kombes Hengky.

Lulusan Akpol 1988 ini, menegaskan jaringan teror saat ini membuat badan atau lembaga pengumpulan dana dengan cover aksi sosial dan kemanusiaan, namun ternyata ada aliran dananya untuk tindak pidana terorisme. Polri sudah berhasil membongkar beberapa badan atau lembaga non profit pengumpul dana tersebut.

Ia menjelaskan untuk mengatasi isu pendanaan terorisme, Indonesia memiliki beberapa strategi berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Untuk upaya pencegahan menggunakan the know your costumers (KYC), pelanggan melakukan keterlambatan, pelaporan dan pemantauan dalam sektor keuangan.

Baca juga:  UNBK SMP di Karangasem, Satu Siswa Ujian di Sanglah Satu Siswa Menghilang

Pemberantasan, dengan pembekuan aset tanpa bayaran, penegak hukum dapat membekukan aset dari tersangka dan organisasi yang telah terdaftar dalam daftar teroris dan organisasi teroris dengan sistem penegakan hukum. Sejak 2014 sampai 2018 ada 72 penyidikan tindak pidana yang berhasil. Selain itu, upaya untuk memberantas terorisme adalah upaya kolaborasi antara beberapa badan di Indonesia, sektor keuangan, pembuat undang-undang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Badan Intelijen dan penegakan hukum.

Mengakhiri paparannya, jenderal bintang dua di pundak ini mengajak seluruh peserta konferensi turut serta dalam mencegah dan memberantas tindak pidana terorisme, khususnya aliran pendanaannya. Pasalnya dana atau uang tersebut merupakan darah kehidupan terorisme itu sendiri. Tanpa dana atau uang, terorisme pastilah tidak akan dapat melakukan aksinya. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *